SI PANDAI DAN SANG SAHABAT
Si pandai dengan langkah tegap menyusuri jalan
setapak, menuju sebatang pohon besar yang rindang. Disana tampak sosok pribadi
yang dikenalnya, dan si pandai pun menghampiri pribadi itu.
Si pandai, “maaf, ki sanak, sepertinya aku
mengenalmu, apa kita pernah bertemu?”
Sosok itu menjawab, “saudaraku, aku sahabat masa
kecilmu, sahabat di desa tempat kelahiran kita.”
Si pandai, “ah, sekampung kita rupanya. Bagaimana
keadaan kampung kita?”
Sang sahabat, “saudaraku, aku meninggalkan kampung
halaman bersamaan dengan ketika kamu berangkat ke kota ini.”
Si pandai, “oh begitu, apa saja yang sudah kau
dapatkan di kota ini.”
Sang sahabat, “kamu sendiri bagaimana?”
Si pandai, ya, kota ini telah memberikan segala
kelimpahan, kemewahan yang menyenangkan kepadaku.”
Sang sahabat, “ oh begitu, bagaimana caranya?”
Si pandai, ah, kemana saja kamu selama ini, di kota
ini apa sih yang tidak mungkin kudapatkan? Asal aku mau menyenangkan mereka,
dengan sedikit saja basa basi dunia, mereka pun akan memberikan lebih
kepadaku.”
Sang sahabat, apapun caranya?”
Si pandai, “ ah jangan sok alim. Aku pun tidak
memakannya sendirian, yang kulakukan ini mata rantai yang tidak merugikan siapa
pun. Mereka senang, aku senang, buktinya mereka pun selalu menyanjungku.”
Sang sahabat, apa kau yakin, tidak ada yang
dirugikan?”
Si pandai, “yaah, kalaupun ada, tapi sedikitlah. Itu
pun mereka yang mau, lagi pula aku sudah berikan banyak hartaku untuk mereka.”
Sang sahabat, “apa kamu lupa dengan batas waktumu?”
Si pandai, “ah, itu soal nantilah. Enggak perlu dipusingkan,
mereka selalu mendoakanku. Dan, aku pun selalu siap untuk bertaubat jika batas
waktuku akan habis.”
Sang sahabat, “bagaimana kau tahu waktumu akan
selesai?”
Si pandai, “yah, biasanya setelah kita terbaring
sakit. Nah, ki sanak, kamu sendiri bagaimana?”
Sang sahabat, “ saudaraku, sebelum hari ini aku
selalu ada bersamamu. Tapi, kamu tak melihatku dan tak pernah mau mendengarkan
aku. Hari ini, aku harus tertahan di pohon besar ini, menunggu cerita yang
harus aku selesaikan, bersamamu.”
Si pandai, “oh?! Maksudmu???”
Sang sahabat, “ saudaraku, lihat dibelakangmu. Batu
nisan mewah itu bertuliskan namamu…”
***
Sahabat, seringkali kita terlena dengan kehidupan yang
bergulir ini. Detik demi detik hingga masa demi masa kita lewati, tanpa sadar
ada banyak terminal-terminal dalam kehidupan ini yang kita lalui. Sejenak mari
kita renungkan apa arti kehidupan di dunia ini. Sekedar mencari nafkah atau
kebahagiaan bersama orang-orang yang kita cintai?
Sahabat, mumpung masih ada waktu, mari kita berbagi dengan
mereka orang-orang yang kita cintai, dan orang-orang yang mencintai kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar