dan Dia Telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya (Surat Al-Furqan ayat 2)

Cari Blog, Situs, Website, Facebook, Twitter, Youtube, Metacafe

Senin, 12 November 2012

Donny Dan Impian



Lorong panti, senyap. Dinding putih dan bangku panjang. Sunyi. Begitulah saat saya pertama kali bertemu dengan donny.
“beli kartunya dong, kak,” pintanya saat itu. Donny, tampak menarik tangan saya dan memamerkan beberapa kartu ucapan ditangannya. Ada 5 buah, kartu-kartu mungil yang dibungkus plastik transparan. Ada sebuah kartu yang sederhana, dengan hanya satu gambar bunga didepannya. Terlihat garis-garis
, mungkin melambangkan tanah. Kelopak-kelopaknya tampak merekah, dengan tangkai yang sangat panjang. Dia bilang, kartu-kartu itu adalah buatannya sendiri. Saya ambil satu, dan dia pun tersenyum.
Donny adalah sama dengan remaja lainnya. Dia suka mendengarkan musik, main basket, dan tentu saja menyukai lawan jenisnya. Namun, yang membedakannya mungkin hanya karena dia adalah penderita Down Syndrome, ditambah dengan gangguan Cerebral Palsy. Tangannya sering bergerak tak menentu. Bicaranya tak jelas, disertai dengan lonjakan-lonjakan kepala yang intens.
Kartu mungil itulah yang menjadi awal kami berbicara. Saya mulai bertanya kabarnya, dan dia menjawab baik-baik saja. Tangannya mulai bergerak spastis. Kursi roda yang didudukinya bergeser. Tak lama kemudian, mulailah ia bercerita tentang apa yang dirasaknnya. Ia ingin sekali mempunyai seperangkat alat musik. Ia ingin mempunyai gitar, dan piano agar dapat bernyanyi setiap hari.
Setiap minggu, dikunjunginya masjid di depan panti, dan ditawarkannya kartu buatannya kepada para musafir yang kebetulan singgah untuk shalat. Donny juga kerap menyumbangkan suaranya ketika adzan. Dia lalu bercerita bahwa dia sudah mengumpulkan uang sebanyak 300 ribu, hasil dari kartu-kartu buatannya. Dengan uang itu, ia berniat untuk membeli piano. Ah, dia tampak bersemangat sekali.
Larik-larik cahaya sore yang menembus jendela yang terbuka setengah. Cahaya itu menimpa tubuhnya, dan ah, kini ia tampak bersinar. Tangannya kembali bergerak tak menentu, dan kepalanya masih melaonjak-lonjak. Dia menjadi teman yang menyenangkan sore itu. Kami juga bercanda dan saling bertepuk tangan. Kami membuat suara-suara aneh hingga membuat kami sendiri tergelak tertawa. Padahal Cuma ada kami berdua yang ada di koridor panjang itu.
Lorong panti, senyap dan sunyi. Dinding putih dan bangku panjang. Sepi. Begitu pula saat saya meninggalkan donny bersama dengan beragam pemikirannya (dan pelajaran tentang ketegaran yang diberikannya).

Tidak ada komentar: