dan Dia Telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya (Surat Al-Furqan ayat 2)

Cari Blog, Situs, Website, Facebook, Twitter, Youtube, Metacafe

Kamis, 05 April 2012

Surat Cinta Untuk Tahajud

Wahai orang-orang yang terpejam matanya,
Perkenankanlah kami, manusia-manusia malam menuliskan sebuah surat
cinta kepadamu. Seperti halnya cinta kami pada waktu malam-malam yang
kami rajut di sepertiga terakhir. Atau seperti cinta kami pada
keagungan dan rahasianya yang penuh pesona. Kami tahu dirimu bersusah
payah lepas tengah hari berharap intan dan mutiara dunia. Namun kami
tak perlu bersusah payah, sebab malam-malam kami berhiaskan intan dan
mutiara dari surga.

Wahai orang-orang yang terlelap,
Sungguh nikmat malam-malammu. Gelapnya yang pekat membuat matamu tak
mampu melihat energi cahaya yang tersembunyi di baliknya. Sunyi
senyapnya membuat dirimu hanyut tak menghiraukan seruan cinta.
Dinginnya yang merasuk semakin membuat dirimu terlena, menikmati
tidurmu di atas pembaringan yang empuk, bermesraan dengan bantal dan
gulingmu, bergeliat manja dibalik selimutmu yang demikian hangatnya.
Aduhai kau sangat menikmatinya.

Wahai orang-orang yang terlena,
Ketahuilah, kami tidak seperti dirimu, Yang setiap malam terpejam
matanya, yang terlelap pulas tak terkira. Atau yang terlena oleh
suasananya yang begitu menggoda. Kami tidak seperti dirimu, Kami
adalah para perindu kamar di surga. Tak pernahkah kau dengar Sang
Insan Kamil, Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya di surga itu ada
kamar yang sisi luarnya terlihat dari dalam dan sisi dalamnya terlihat
dari luar. Disediakan untuk mereka yang memberi makan orang-orang yang
memerlukannya, menyebarkan salam serta mendirikan shalat pada saat
manusia terlelap dalam tidur malam.” Sudahkah kau dengar tadi? Ya,
sebuah kamar yang menakjubkan untuk kami dan orang-orang yang
mendirikan shalat pada saat manusia-manusia yang lain tertutup mata
dan hatinya.

Wahai orang-orang yang keluarganya hampa cinta,
Kau pasti pernah mendengar namaku disebut. Aku Abu Hurairah, Periwayat
Hadist. Kerinduanku akan sepertiga malam adalah hal yang tak terperi.
Penghujung malam adalah kenikmatanku terbesar. Tapi tahukah kau?
Kenikmatan itu tidak serta merta kukecap sendiri. Kubagi malam-malamku
yang penuh syahdu itu menjadi tiga. Satu untukku, satu untuk istriku
tercinta dan satu lagi untuk pelayan yang aku kasihi. Jika salah satu
dari kami selesai mendirikan shalat, maka kami bersegera membangunkan
yang lain untuk menikmati bagiannya. Subhanallah, tak tergerakkah
dirimu? Pedulikah kau pada keluargamu? Adakah kebaikan yang kau
inginkan dari mereka? Sekedar untuk membangunkan orang-orang yang
paling dekat denganmu, keluargamu?

Lain lagi dengan aku, Nuruddin Mahmud Zanki. Sejarah mencatatku
sebagai Sang Penakluk kesombongan pasukan salib. Suatu kali seorang
ulama tersohor Ibnu Katsir mengomentari diriku, katanya, “Nuruddin itu
kecanduan shalat malam, banyak berpuasa dan berjihad dengan akidah
yang benar.” Kemenangan demi kemenangan aku raih bersama pasukanku.
Bahkan pasukan musuh itu terlibat dalam sebuah perbincangan seru. Kata
mereka, “Nuruddin Mahmud Zanki menang bukan karena pasukannya yang
banyak. Tetapi lebih karena dia mempunyai rahasia bersama Tuhan.” Aku
tersenyum, mereka memang benar. Kemenangan yang kuraih adalah karena
do’a dan shalat-shalat malamku yang penuh kekhusyu’an.

Tahukah kau dengan orang yang selalu setia mendampingiku? Dialah
Istriku tercinta, Khatun binti Atabik. Dia adalah istri shalehah di
mataku, terlebih di mata Allah. Malam-malam kami adalah malam penuh
kemesraan dalam bingkai Tuhan. Gemerisik dedaunan dan desahan angin
seakan menjadi pernak-pernik kami saat mendung di mata kami jatuh
berderai dalam sujud kami yang panjang.

Kuceritakan padamu suatu hari ada kejadian yang membuat belahan jiwaku
itu tampak murung. Kutanyakan padanya apa gerangan yang membuatnya
resah. Ya Allah, ternyata dia tertidur, tidak bangun pada malam itu,
sehingga kehilangan kesempatan untuk beribadah. Astaghfirullaah, aku
menyesal telah membuat dia kecewa. Segera setelah peristiwa itu
kubayar saja penyesalanku dengan mengangkat seorang pegawai khusus
untuknya. Pegawai itu kuperintahkan untuk menabuh genderang agar kami
terbangun di sepertiga malamnya.

Wahai orang-orang yang terbuai,
Kau pasti mengenalku dalam kisah pembebasan Al Aqsa, rumah Allah yang
diberkati. Akulah pengukir tinta emas itu, seorang Panglima Perang,
Shalahuddin Al-Ayyubi. Orang-orang yang hidup di zamanku mengenalku
tak lebih dari seorang Panglima yang selalu menjaga shalat berjama’ah.
Kesenanganku adalah mendengarkan bacaan Al-Qur’an yang indah dan
syahdu. Malam-malamku adalah saat yang paling kutunggu. Saat-saat
dimana aku bercengkerama dengan Tuhanku. Sedangkan siang hariku adalah
perjuangan-perjuangan nyata, pengejawantahan cintaku pada-Nya.

Wahai orang-orang yang masih saja terlena,
Pernahkah kau mendengar kisah penaklukan Konstantinopel? Akulah orang
dibalik penaklukan itu, Sultan Muhammad Al Fatih. Aku sangat lihai
dalam memimpin bala tentaraku. Namun tahukah kau bahwa sehari sebelum
penaklukan itu, aku telah memerintahkan kepada pasukanku untuk
berpuasa pada siang harinya. Dan saat malam tiba, kami laksanakan
shalat malam dan munajat penuh harap akan pertolongan-Nya. Jika Allah
memberikan kematian kepada kami pada siang hari disaat kami berjuang,
maka kesyahidan itulah harapan kami terbesar. Biarlah siang hari kami
berada di ujung kematian, namun sebelum itu, di ujung malamnya Allah
temukan kami berada dalam kehidupan. Kehidupan dengan menghidupi malam
kami.

Wahai orang-orang yang gelap mata dan hatinya,
Pernahkah kau dengar kisah Penduduk Basrah yang kekeringan? Mereka
sangat merindukan air yang keluar dari celah-celah awan. Sebab terik
matahari terasa sangat menyengat, padang pasir pun semakin kering dan
tandus. Suatu hari mereka sepakat untuk mengadakan Shalat Istisqa yang
langsung dipimpin oleh seorang ulama di masa itu. Ada wajah-wajah
besar yang turut serta di sana, Malik bin Dinar, Atha’ As-Sulami,
Tsabit Al-Bunani. Shalat dimulai, dua rakaat pun usai. Harapan
terbesar mereka adalah hujan-hujan yang penuh berkah.
Namun waktu terus beranjak siang, matahari kian meninggi, tak ada
tanda-tanda hujan akan turun. Mendung tak datang, langit membisu,
tetap cerah dan biru. Dalam hati mereka bertanya-tanya, adakah
dosa-dosa yang kami lakukan sehingga air hujan itu tertahan di langit?
Padahal kami semua adalah orang-orang terbaik di negeri ini?
Shalat demi shalat Istisqa didirikan, namun hujan tak kunjung datang.
Hingga suatu malam, Malik bin Dinar dan Tsabit Al Bunani terjaga di
sebuah masjid. Saat malam itulah, aku, Maimun, seorang pelayan,
berwajah kuyu, berkulit hitam dan berpakaian usang, datang ke masjid
itu. Langkahku menuju mihrab, kuniatkan untuk shalat Istisqa
sendirian, dua orang terpandang itu mengamati gerak gerikku.

Setelah shalat, dengan penuh kekhusyu’an kutengadahkan tanganku ke
langit, seraya berdo’a :
“Tuhanku, betapa banyak hamba-hamba-Mu yang berkali-kali datang
kepada-Mu memohon sesuatu yang sebenarnya tidak mengurangi sedikit pun
kekuasaan-Mu. Apakah ini karena apa yang ada pada-Mu sudah habis?
Ataukah perbendaharaan kekuasaan-Mu telah hilang? Tuhanku, aku
bersumpah atas nama-Mu dengan kecintaan-Mu kepadaku agar Engkau
berkenan memberi kami hujan secepatnya.”

Lalu apa gerangan yang terjadi? Angin langsung datang bergemuruh
dengan cepat, mendung tebal di atas langit. Langit seakan runtuh
mendengar do’a seorang pelayan ini. Do’aku dikabulkan oleh Tuhan,
hujan turun dengan derasnya, membasahi bumi yang tandus yang sudah
lama merindukannya.

Malik bin Dinar dan Tsabit Al Bunani pun terheran-heran dan kau pasti
juga heran bukan? Aku, seorang budak miskin harta, yang hitam pekat,
mungkin lebih pekat dari malam-malam yang kulalui. Hanya manusia
biasa, tapi aku menjadi sangat luar biasa karena do’aku yang makbul
dan malam-malam yang kupenuhi dengan tangisan dan taqarrub pada-Nya.
Wahai orang-orang yang masih saja terpejam,

Penghujung malam adalah detik-detik termahal bagiku, Imam Nawawi.
Suatu hari muridku menanyakan kepadaku, bagaimana aku bisa menciptakan
berbagai karya yang banyak? Kapan aku beristirahat, bagaimana aku
mengatur tidurku? Lalu kujelaskan padanya, “Jika aku mengantuk, maka
aku hentikan shalatku dan aku bersandar pada buku-bukuku sejenak.
Selang beberapa waktu jika telah segar kembali, aku lanjutkan ibadahku.”
Aku tahu kau pasti berpikir bahwa hal ini sangat sulit dijangkau oleh
akal sehatmu. Tapi lihatlah, aku telah melakukannya, dan sekarang kau
bisa menikmati karya-karyaku.

Wahai orang-orang yang tergoda,
Begitu kuatkah syetan mengikat tengkuk lehermu saat kau tertidur
pulas? Ya, sangat kuat, tiga ikatan di tengkuk lehermu! Dia lalu
menepuk setiap ikatan itu sambil berkata, “Hai manusia, engkau masih
punya malam panjang, karena itu tidurlah!.”
Hei, sadarlah, sadarlah, jangan kau dengarkan dia, itu tipu
muslihatnya! Syetan itu berbohong kepadamu. Maka bangunlah,
bangkitlah, kerahkan kekuatanmu untuk menangkal godaannya. Sebutlah
nama Allah, maka akan lepas ikatan yang pertama. Kemudian,
berwudhulah, maka akan lepas ikatan yang kedua. Dan yang terakhir,
shalatlah, shalat seperti kami, maka akan lepaslah semua ikatan-ikatan
itu.

Wahai orang-orang yang masih terlelap,
Masihkah kau menikmati malam-malammu dengan kepulasan? Masihkah?
Adakah tergerak hatimu untuk bangkit, bersegera, mendekat kepada-Nya,
bercengkerama dengan-Nya, memohon keampunan-Nya, meski hanya 2 rakaat?
Tidakkah kau tahu, bahwa Allah turun ke langit bumi pada 1/3 malam
yang pertama telah berlalu. Tidakkah kau tahu, bahwa Dia berkata,
“Akulah Raja, Akulah Raja, siapa yang memohon kepada-Ku akan
Kukabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku akan Kuberi, dan siapa yang
memohon ampun kepada-Ku akan Ku ampuni. Dia terus berkata demikian,
hingga fajar merekah.”

Wahai orang-orang yang terbujuk rayu dunia,
Bagi kami, manusia-manusia malam, dunia ini sungguh tak ada artinya.
Malamlah yang memberi kami kehidupan sesungguhnya. Sebab malam bagi
kami adalah malam-malam yang penuh cinta, sarat makna. Masihkah kau
terlelap? Apakah kau menginginkan kehidupan sesungguhnya? Maka
ikutilah jejak kami, manusia-manusia malam. Kelak kau akan temukan
cahaya di sana, di waktu sepertiga malam. Namun jika kau masih ingin
terlelap, menikmati tidurmu di atas pembaringan yang empuk, bermesraan
dengan bantal dan gulingmu, bergeliat manja di balik selimutmu yang
demikian hangatnya, maka surat cinta kami ini sungguh tak berarti
apa-apa bagimu.

Semoga Allah mempertemukan kita di sana, di surga-Nya, mendapati
dirimu dan diri kami dalam kamar-kamar yang sisi luarnya terlihat dari
dalam dan sisi dalamnya terlihat dari luar. Semoga…

Surat Untuk Bunda Dari Bayi Yang di Aborsi

Teruntuk
Bundaku tersayang...
Dear Bunda...
Bagaimana kabar bunda hari ini? Smoga bunda baik-baik saja...nanda juga di sini baik-baik saja bunda... Allah sayang banget deh sama nanda. Allah juga yang menyuruh nanda menulis surat ini untuk bunda, sebagai bukti cinta nanda sama bunda.... J
Bunda, ingin sekali nanda menyapa perempuan yang telah merelakan rahimnya untuk nanda diami walaupun hanya sesaat...
Bunda, sebenarnya nanda ingin lebih lama nebeng di rahim bunda, ruang yang kata Allah paling kokoh dan paling aman di dunia ini... tapi rupanya bunda tidak menginginkan kehadiran nanda, jadi sebagai anak yang baik, nanda pun rela menukarkan kehidupan nanda demi kebahagiaan bunda. Walaupun dulu, waktu bunda meluruhkan nanda, sakit banget bunda....badan nanda rasanya seperti tercabik-cabik... dan keluar sebagai gumpalan darah yang menjijikan apalagi hati nanda, nyeri, merasa seperti aib yang tidak dihargai dan tidak diinginkan.
Tapi nanda tidak kecewa kok bunda... karena dengan begitu, bunda telah mengantarkan nanda untuk bertemu dan dijaga oleh Allah bahkan nanda dirawat dengan penuh kasih sayang di dalam syurga Nya.
Bunda, nanda mau cerita, dulu nanda pernah menangis dan bertanya kepada Allah, mengapa bunda meluruhkan nanda saat nanda masih berupa wujud yang belum sempurna dan membiarkan nanda sendirian di sini? Apa bunda tidak sayang sama nanda? Bunda tidak ingin mencium nanda? Atau jangan-jangan karena nanti nanda rewel dan suka mengompol sembarangan? Lalu Allah bilang, bunda kamu malu sayang... kenapa bunda malu? karena dia takut kamu dilahirkan sebagai anak haram... anak haram itu apa ya Allah? Anak haram itu anak yang dilahirkan tanpa ayah... Nanda bingung dan bertanya lagi sama Allah, ya Allah, bukannya setiap anak itu pasti punya ayah dan ibu? Kecuali nabi Adam dan Isa? Allah yang Maha Tahu menjawab bahwa bunda dan ayah memproses nanda bukan dalam ikatan pernikahan yang syah dan Allah Ridhoi. Nanda semakin bingung dan akhirnya nanda putuskan untuk diam.
Bunda, nanda malu terus-terusan nanya sama Allah, walaupun Dia selalu menjawab semua pertanyaan nanda tapi nanda mau nanyanya sama bunda aja, pernikahan itu apa sih? Kenapa bunda tidak menikah saja dengan ayah? Kenapa bunda membuat nanda jadi anak haram dan mengapa bunda mengusir nanda dari rahim bunda dan tidak memberi kesempatan nanda hidup di dunia dan berbakti kepada bunda? Hehe,,,maaf ya bunda, nanda bawel banget... nanti saja, nanda tanyakan bunda kalau kita ketemu J
Oh ya Bunda, suatu hari malaikat pernah mengajak jalan-jalan nanda ke tempat yang katanya bernama neraka. Tempat itu sangat menyeramkan dan sangat jauh berbeda dengan tempat tinggal nanda di syurga. Di situ banyak orang yang dibakar pake api lho bunda...minumnya juga pake nanah dan makannya buah-buahan aneh, banyak durinya...yang paling parah, ada perempuan yang ditusuk dan dibakar kaya sate gitu, serem banget deh bunda.
Lagi ngeri-ngerinya, tiba-tiba malaikat bilang sama nanda, Nak, kalau bunda dan ayahmu tidak bertaubat kelak di situlah tempatnya...di situlah orang yang berzina akan tinggal dan disiksa selamanya. Seketika itu nanda menangis dan berteriak-teriak memohon agar bunda dan ayah jangan dimasukkan ke situ.... nanda sayang bunda... nanda kangen dan ingin bertemu bunda... nanda ingin merasakan lembutnya belaian tangan bunda dan nanda ingin kita tinggal bersama di syurga... nanda takut, bunda dan ayah kesakitan seperti orang-orang itu...
Lalu, dengan lembut malaikat berkata... nak,kata Allah kalau kamu sayang, mau bertemu dan ingin ayah bundamu tinggal di syurga bersamamu, tulislah surat untuk mereka... sampaikan berita baik bahwa kamu tinggal di syurga dan ingin mereka ikut, ajaklah mereka bertaubat dan sampaikan juga kabar buruk, bahwa jika mereka tidak bertaubat mereka akan disiksa di neraka seperti orang-orang itu.
Saat mendengar itu, segera saja nanda menulis surat ini untuk bunda, menurut nanda Allah itu baik banget bunda.... Allah akan memaafkan semua kesalahan makhluk Nya asal mereka mau bertaubat nasuha... bunda taubat ya? Ajak ayah juga, nanti biar kita bisa kumpul bareng di sini... nanti nanda jemput bunda dan ayah di padang Mahsyar deh... nanda janji mau bawain minuman dan payung buat ayah dan bunda, soalnya kata Allah di sana panas banget bunda... antriannya juga panjang, semua orang sejak jaman nabi Adam kumpul disitu... tapi bunda jangan khawatir, Allah janji, walaupun rame kalo bunda dan ayah benar-benar bertaubat dan jadi orang yang baik, pasti nanda bisa ketemu kalian.

Bunda, kasih kesempatan buat nanda ya.... biar nanda bisa merasakan nikmatnya bertemu dan berbakti kepada orang tua, nanda juga mohon banget sama bunda...jangan sampai adik-adik nanda mengalami nasib yang sama dengan nanda, biarlah nanda saja yang merasakan sakitnya ketersia-siaan itu. Tolong ya bunda, kasih adik-adik kesempatan untuk hidup di dunia menemani dan merawat bunda saat bunda tua kelak.
Sudah dulu ya bunda... nanda mau main-main dulu di syurga.... nanda tunggu kedatangan ayah dan bunda di sini... nanda sayang banget sama bunda....muach!

Ketika Anakku Bertanya: "Bu Siapa Sih Marilyn Monroe?"

Ketika Anakku Bertanya: "Bu Siapa Sih Marilyn Monroe?"

Aisyah, anakku yang berusia 7 tahun mengalihkan pandangannya pada jadwal pertandingan sepakbola di sebuah Koran. Tapi tiba-tiba saja ia bertanya,

"Bu, siapa sih Marilyn Monroe itu?"

"Oooh... itu bintang film Amerika yang terkenal," jawabku sekenanya.

Aku mengira jawaban itu sudah cukup untuk pertanyaan Aisyah. Tapi ternyata tidak. Ia melanjutkan jawabanku itu dengan pertanyaan lain yang membuatku cukup repot menjawabnya.

"Kalau bom seks itu maksudnya apa?" begitu tanya Aisyah.

Terus terang aku terkejut dengan pertanyaan itu. Aku diam sejenak, lalu mengatakan,

"Itu wanita yang memamerkan kecantikannya. Mereka mengira dengan begitu akan bisa terkenal, disanjung, dan mendapatkan uang dengan cepat," kataku hati-hati.

"Wahh... pasti para ratu kecantikan itu cantik sekali wajahnya ya Bu" katanya polos.

"Ya... katanya sih memang begitu," kataku apa adanya.Lagi-lagi kukira dialog kami akan selesai di sini, tapi ternyata tidak. Aisyah, putriku yang baru duduk di kelas 2 SD itu memang kritis. Ia pun melontarkan pertanyaan lagi yang menjadikanku lebih serius menanggapi pertanyaannya.

"Kok ibu bilangnya pakai "katanya', memangnya Marilyn Monroe sekarang sudah tua atau sudah tidak cantik lagi?"

"Bukan begitu, dia sekarang sudah meninggal... bunuh diri..." begitu jawabku. Kupikir aku memang harus bisa menjelaskan masalah ini dengan baik kepada putriku.

Setelah perkataanku itu, Aisyah meletakkan koran yang ada di tangannya dan mendekatiku sambil mengatakan, "Kenapa bu? Kan tadi ibu bilang ia orangnya cantik, kaya, terkenal. Kenapa dia bunuh diri?"

Aku mencoba menenangkan diri dan menjawab pertanyaannya perlahan. "Yah, ia memang cantik, terkenal dan kaya. Tapi itu semua sama sekali tidak membuatnya bahagia," kataku sambil menarik nafas. Kali ini aku sudah menduga kalau jawabanku itu akan memancing pertanyaannya lagi. Justru sekarang aku yang ingin agar dia kritis terhadap jawabanku tadi. Aku pun bersiap mendengarkan pertanyaan berikutnya.

"Bagaimana mungkin bu, orang cantik, terkenal, kaya, tapi tidak bahagia?" katanya. Pertanyaan itu yang memang kutunggu.

Aku menjawab, "Ya, karena hatinya kelaparan dan mentalnya kering."

"Apa bu, hatinya kelaparan? Maksudnya bagaimana sih?" tanyanya makin penasaran.

Aku terdiam sejenak, berfikir untuk bisa menjelaskan masalah ini dengan tepat.

"Puteriku, manusia itu seperti yang diajarkan oleh agama kita terdiri dari tubuh, pikiran dan hati. Agar seseorang bisa hidup seimbang, bahagia, dan sehat, maka semuanya itu harus diberi makanan. Makanan tubuh kita itu adalah nasi, buah atau minuman. Pikiran kita makanannya adalah ilmu pengetahuan seperti yang engkau pelajari di sekolah. Sedangkan hati,makanannya adalah iman kepada Allah. Iman kepada adanya Allah, iman dengan takdir-Nya, kasih sayang-Nya, kekuasaan-Nya dan iman kepada hari akhirat. Sepanjang apapun seseorang hidup, pasti akhirnya akan kembali kepada Allah swt. Kita akan berhadapan dengan Allah dan mempertanggung jawabkan segala perbuatan kita di hadapan Allah... Saat itu, balasan yang kita terima hanya satu dari dua, surga atau neraka. Dan Allah tak mungkin tidak adil terhadap hamba-Nya ..."

Anakku tampak serius sekali memperhatikan uraian tadi. Ia pun terdiam, sepertinya berpikir. "Apakah Marilyn Monroe tidak mengetahui hal itu sehingga ia bunuh diri?" katanya.

"Tidak tahu juga ya. Tapi umumnya orang yang bunuh diri itu adalah karena putus asa dan kekecewaan yang sangat berat. Putus asa seperti itu tidak dialami oleh seorang yang beriman. Dalam surat Yusuf Allah swt berfirman, "Tidaklah orang yang putus asa kepada rahmat Allah itu kecuali orang-orang yang kafir..." Meskipun ia mengalami kesulitan, penderitaan dan berbagai kesusahan, tapi orang beriman tetap percaya pada kasih sayang Allah swt. Ia bisa melakukan sholat, berdo'a, berdzikir, membaca al-Qur`an yang menjadikan hatinya terang dan jiwanya segar kembali. Karena itulah orang-orang beriman saja yang bisa hidup bahagia ...." (na)

Tolong Ingatkan Saya

Tolong ingatkan saya,
karna saya pelupa orangnya.

Tolong ingatkan saya,
bahwa kasih Allah lebih bermakna buat saya.

Tolong ingatkan saya,
Bahwa kasih sayang Allah tidak mampu dihitung oleh saya

Tolong ingatkan saya,
Bahwa kasih sayang manusia hanya sementara.

Tolong ingatkan saya,
Bahwa kejayaan manusia hanya dalam agama.
Tolong ingatkan saya,
Kekayaan terkadang hanya membuat saya khilaf.

Tolong ingatkan saya,
Amal ibadah lebih utama dari harta, harta hanyalah kendaraan, bukan majikan yang memperbudak kita.

Tolong ingatkan saya,
Bahwa redha Allah bergantung pada redha ibu & bapak.

Tolong ingatkan saya,
syurga saya di bawah tapak kaki ibu saya.

Tolong ingatkan saya
andai diri kadang-kadang lebih pemarah dari pemaaf

Tolong ingatkan saya,
Supaya mengasihi sesama manusia.

Tolong ingatkan saya,
Karena saya sentiasa lupa, saya hanya menumpang di dunia.


Tolong ingatkan saya...
Tolong ingatkan saya...
Tolong ingatkan saya...
karena saya sentiasa sering dalam kekhilafan.

Potret Ummat di Akhir Zaman

Potret Ummat di Akhir Zaman

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
يَتَقَارَبُ الزَّمَانُ وَيُقْبَضُ الْعِلْمُ وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ وَيُلْقَى الشُّحُّ وَيَكْثُُرُ الْهَرْجُ
“Zaman akan saling mendekat, diangkatnya ilmu, munculnya berbagai fitnah, diletakkan kerakusan, dan banyaknya peperangan”. (HR. Al-Bukhoriy no.989 dan Muslim no.157)
Di akhir zaman, seperti zaman kita ini, sebelum datangnya hari kiamat akan ada hari-hari yang di dalamnya turun dan tersebar kejahilan yang disebabkan oleh malasnya manusia dan enggannya mereka dari menuntut ilmu agama, yaitu ilmu tentang Al-Qur’an dan Sunnah. Nabi-shollallahu alaihi wasallam- bersabda,
إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ لَأَيَّامًا يَنْزِلُ فِيْهَا الْجَهْلُ وَيُرْفَعُ الْعِلْمُ
“Sesungguhnya di depan hari kiamat ada hari-hari yang kejahilan diturunkan di dalamnya, dan ilmu diangkat”. [HR. Al-Bukhoriy (6654)]
Banyak diantara agama, dan sunnah Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- yang dilalaikan orang pada hari ini sehingga terkadang menjadi sesuatu yang mahjur (ditinggalkan).
Inilah yang pernah diisyaratkan oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika beliau bersabda dalam sebuah hadits,
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْبًا فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam muncul dalam keadaan asing, dan akan kembali (asing), sebagaimana ia muncul dalam keadaan asing. Maka beruntunglah orang-orang asing“. [HR. Muslim dalam Kitab Al-Iman (232)]
Semua ini disebabkan karena kurangnya perhatian kaum muslimin terhadap agamanya dan sunnah Rasul-Nya-shollallahu alaihi wasallam-. Kurangnya perhatian mereka menuntut ilmu syar’i karena kesibukan duniawi yang memalingkan mereka. Sementara mereka tak ada perhatian lagi dengan majelis ilmu dan majelis ta’lim. Akibatnya, agama dan Sunnah Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- terasa asing dan aneh di sisi mereka.
Memang mereka terkadang mendatangi majelis ta’lim. Namun jika mereka hadir, nampak pada wajah mereka lelah dan keterpaksaan ikut majelis ta’lim. Yah, hanya sekedar hadir agar orang tidak mencelanya. Maka anda akan lihat orang semacam ini jika hadir di majelis ta’lim, ada yang ngantuk , bahkan tidur. Ada yang bersandar di tembok, jauh dari ustadz. Ada yang sengaja duduk di belakang untuk sembunyi; jika ngantuk dan tertidur, ia bisa sembunyikan wajahnya di balik punggung kawannya. Ada yang cerita dengan temannya sehingga mengganggu ceramah ustadz. Ada yang melayang pikirannya sampai Amerika. Inilah kondisi mereka sehingga tak heran jika mereka tetap jahil terhadap agamanya.

Jika mendengar cerita yang menguntungkan dunianya, maka matanya terbelalak. Betul dunia adalah nikmat yang Allah berikan. Namun jangan dijadikan tujuan hidup dan pusat perhatian. Dunia diambil sekedar bekal menuju Allah Ta’ala. Allah tidak memberikan nikmat kepada seorang hamba-Nya, kecuali nikmat itu hanya sekedar alat dan sarana yang dipakai untuk beribadah dan beramal sholeh. Dunia dengan segala nikmatnya bukanlah merupakan tujuan dan terminal terakhir bagi seorang muslim. Akan tetapi merupakan tempat persinggahan mengambil bekal menuju perjalanan akhir, yaitu akhirat.
Fenomena berlombanya kaum muslimin memperbanyak harta benda dan fasilitas duniawi sehingga membuat mereka lupa terhadap agamanya merupakan sebab tersebarnya kejahilan. Jika semakin hari, semakin tersebar kejahilan, maka ketahuilah bahwa ini adalah salah satu diantara ciri dan tanda dekatnya hari kiamat.
Nabi-shollallahu alaihi wasallam- bersabda,
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ : أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَ يُثْبَتَ الْجَهْلُ
“Diantara tanda-tanda kiamat: Diangkatnya ilmu, dan kokohnya (banyaknya) kejahilan”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (80), dan Muslim dalam Shohih-nya (2671)]
Di akhir zaman, seperti zaman kita ini, sebelum datangnya hari kiamat akan ada hari-hari yang di dalamnya turun dan tersebar kejahilan yang disebabkan oleh malasnya manusia dan enggannya mereka dari menuntut ilmu agama, yaitu ilmu tentang Al-Qur’an dan Sunnah. Nabi-shollallahu alaihi wasallam- bersabda,
إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ لَأَيَّامًا يَنْزِلُ فِيْهَا الْجَهْلُ وَيُرْفَعُ الْعِلْمُ
“Sesungguhnya di depan hari kiamat ada hari-hari yang kejahilan diturunkan di dalamnya, dan ilmu diangkat”. [HR. Al-Bukhoriy (6654)]
Di tengah kabut kejahilan menyelimuti manusia, tersebarlah berbagai macam maksiat berupa pembunuhan, pencurian, perzinaan, dan kerakusan terhadap harta. Ini semua diakibatkan oleh hilangnya ilmu agama yang bermanfaat di tengah manusia. Nabi-shollallahu alaihi wasallam- bersabda dalam riwayat lain ketika menyebutkan tanda dekatnya hari kiamat,
يَتَقَارَبُ الزَّمَانُ وَيُقْبَضُ الْعِلْمُ وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ وَيُلْقَى الشُّحُّ وَيَكْثُُرُ الْهَرْجُ
“Zaman akan saling mendekat, diangkatnya ilmu, munculnya berbagai fitnah (masalah), diletakkan kerakusan, dan banyaknya peperangan”. [HR. Al-Bukhoriy (989) dan Muslim (157)]
Al-Imam Ibnu Baththol –rahimahullah- berkata , “Semua yang dikandung oleh hadits ini berupa tanda-tanda kiamat sungguh kami telah melihatnya dengan mata kepala. Ilmu sungguh telah diangkat, kejahilan muncul, diletak kannya penyakit rakus dalam hati, fitnah (musibah) merata, dan pembunuhan banyak”. [Lihat Fath Al-Bari (13/16)]
Ini di zamannya Ibnu Baththol rahimahullah-, maka bagaimana lagi di zaman kita ini kejahilan merata dimana-mana, baik di kota maupun di pedalaman. Kejahilan di negeri kita bukan hanya mengenai rakyat jelata yang tak berpendidikan agama, bahkan juga mengenai kaum terpelajar. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi-shollallahu alaihi wasallam-,
إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ اِنْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ النَّاسِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يَتْرُكْ عَالِمًا اِتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُسًا جُهَّالًا فُسُئِلُوْا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوْا وَأَضَلُّوْا
“Sesungguhnya Allah tidak mengangkat ilmu dengan sekali mencabutnya dari manusia. Akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan mematikan para ulama’ sehingga apabila Allah tidak menyisakan lagi seorang ulama’pun, maka manusiapun mengangkat pemimpin-pemimpin yang jahil. Mereka (para pemimpin tsb) ditanyai, lalu merekapun memberikan fatwa tanpa ilmu. Akhirnya mereka sesat dan menyesatkan (manusia)” .[HR.Al-Bukhory dalam Kitab Al-Ilm (100), dan Muslim dalam Kitab Al-Ilm (2673)]
Al-Imam Abu Zakariya An-Nawawiy-rahimahullah berkata ketika menjelaskan makna hadits di atas, “Hadits ini menjelaskan maksud tercabutnya ilmu dalam hadits-hadits lalu yang muthlak (umum), bukan menghapusnya dari dada para penghafal (pemilik) ilmu itu. Akan tetapi maknanya, para pembawa ilmu itu (yakni para ulama) akan mati. Lalu manusia mengangkat orang-orang jahil (sebagai pemimpin dalam agama). Orang-orang jahil itu memutuskan perkara berdasarkan kejahilan-kejahilannya. Lantaran itu ia sesat, dan menyesatkan orang“. [Lihat Al-Minhaj Syarh Shohih Muslim ibn Al-Hajjaj (16/224), cet. Dar Ihya’ At-Turots Al-Arabiy]
Alangkah banyaknya pemimpin dan ustadz-ustadz seperti ini. Mereka diangkat oleh manusia sebagai seorang ulama’ dan ustadz. Padahal ia tidaklah pantas dijadikan panutan, karena ia jahil. Kalaupun ia berilmu, namun ilmu itu di buang di belakang punggungnya. Manusia jenis ini banyak bermunculan bagaikan jamur di musim hujan.
Coba lihat disana, manusia mengangkat seorang pelawak sebagai “da’i sejuta ummat”. Padahal bisanya cuma tertawa dan menggelitik para pendengar.
Dari arah lain, muncul para normal yang dulunya dijauhi oleh manusia, karena dikenal memiliki sihir. Sesaat kemudian berubah menjadi “da’i sejuta ummat”, karena sekedar pernah memimpin dzikir jama’ah yang dihadiri oleh sebagian kiyai jahil dan orang-orang yang memiliki kedudukan. Dulunya tukang sihir dan dukun (para normal), kini menjadi ustadz, bahkan terakhir bergelar “KH”.
Artis pun tak ketinggalan ambil job dalam kancah dakwah dengan bermodalkan semangat kemampuan tampil di depan publik dan wajah ganteng sebagai modal dengkul untuk menarik ummat menuju ke neraka. Bagaimana tidak, sebab seorang yang berdakwah tanpa ilmu akan mengantarkan dirinya berbicara tanpa batas, sehingga terkadang ia telah merusak dan menghancurkan agama pendengarnya, namun ia tak sadar karena memandang dirinya lebih pandai dari pendengar. Padahal ia jahil atau mungkin lebih jahil dari pendengar. Nas’alullahal afiyah wassalamah minal fitan.
Lebih para lagi, jika dakwah yang ditangani oleh orang-orang jahil dihiasi dengan perkara-perkara yang melanggar syari’at, seperti dakwah dihiasi dengan musik dengan istilah “Nada dan Dakwah“. Ini adalah cara dakwah yang keliru, karena menyalahi tuntunan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- . Dengarkan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda dalam mengharamkan musik,

لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِيْ أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنِ الْحِرَّ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
“Sesungguhnya akan ada beberapa kaum dari ummatku akan menghalalkan zina, kain sutra, minuman keras (khomer), dan musik“. [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab Al-Asyribah (5590)]
Muhaddits Negeri Syam Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy Al-Atsariy –rahimahullah- berkata dalam kitabnya Tahrim Alat Ath-Thorb (hal 105), “Sesungguhnya para ulama dan fuqoha –diantaranya empat imam madzhab- sepakat mengharamkan alat-alat musik karena berteladan dengan hadits-hadits Nabi Shollallahu Alaihi wa Sallam dan atsar-atsar Salaf ”.
Jadi, berdakwah dengan musik merupakan perkara kejahilan dan kebatilan yang menyalahi tuntunan Allah -Ta’ala-, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , dan para ulama’ kaum msulimin dari dulu sampai hari ini. Oleh karena itu, kita sesalkan adanya sebagian orang-orang jahil atau pura-pura jahil yang menyemarakkan program “Nada dan Dakwah” yang jelas dan nyata menyelihi agama !! Ini lebih diperparah lagi dengan bantuan “Guru Besar” alias televisi dalam menyemarakkannya demi meraih keuntungan duniawi yang semu, dan memperturutkan hawa nafsu.
Realita ummat yang demikian ini membuat dahi berkerut dan kepala sakit karena banyaknya dan bertambahnya “PR” yang perlu diselesaikan oleh para dai kebenaran. Dengan realita kejahilan ummat seperti ini, tak pelak jika banyak menimbulkan masalah. Tak heran jika terkadang ada sunnah Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- yang ingin diamalkan di zaman ini, mereka serta merta merasakannya sebagai suatu yang asing, menolaknya, menganggapnya bukan dari Islam!! Bahkan memusihi dan menyakiti sebagian hamba-hamba Allah -Ta’ala- yang mengamalkannya.
Jika kejahilan tentang agama merata di tubuh ummat, maka akan tersebar berbagai macam pelanggaran, syirik, kekafiran, bid’ah, dan maksiat, baik yang nampak, maupun yang tersemunyi. Inilah awal kehinaan yang akan menimpa ummat Islam yang dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam.
Jika ummat Islam sibuk dengan dunia, sibuk dengan peternakan, pertanian, perdagangan apalagi riba sehingga lupa mempelajari agamanya dari Al-Qur’an dan Sunnah, maka Allah akan timpakan kehinaan atas mereka. Inilah kehinaan yang tak mungkin akan tercabut dari tubuh ummat kecuali mereka mau kembali kepada agamanya dengan ilmu agama yang benar, dan berguna.
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ
“Jika kalian berjual-beli dengan cara ‘inah (salah satu bentuk riba), kalian memegang ekor-ekor sapi, ridho dengan bercocok tanam, dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kepada kalian suatu kehinaan yang tak akan dicabut oleh Allah sampai kalian kembali kepada agama kalian“. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (3462). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Muhaddits Al-Atsariy Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (11)]
Kesibukan dengan dunia menyebabkan kita akan semakin cinta kepadanya, dan takut mati untuk menghadap Allah Ta’ala- .Seakan-akan kita mengharapkan diri dan harta benda yang melalaikan kita agar kekal di dunia, tanpa menghadapi hisab.
Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- berkata, Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
يُوْشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ: وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ ؟ قَالَ : بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيْرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللهُ مِنْ صُدُوْرِ عَدَوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللهُ فِيْ قُلُوْبِكُمْ الْوَهْنَ ” فَقَالَ قَائِلٌ: يَارَسُوْلَ اللهِ وَمَا الْوَهْنُ ؟ قَالَ : حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
“Hampir saja ummat-ummat saling memanggil (menyerang) menuju kalian sebagaimana orang-orang yang mau makan saling memanggil kepada nampannya”. Ada yang bertanya, “Apakah karena kita sedikit saat itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian saat itu banyak, tapi kalian buih laksana buih ombak. Allah benar-benar akan mencabut perasaan segan terhadap kalian dari dada musuh kalian; Allah akan mencampakkan kelemahan dalam hati kalian”. Ada yang bertanya, “Apa kelemahan itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia, dan takut mati“.[HR. Abu Dawud dalam Kitab Al-Malahim (4297). Di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (958)]

Tidak Ada Keberanian Yang Sempurna Tanpa Kesabaran

Secara global kehidupan semua manusia adalah sama, mereka hanya akan melewati dua sisi hidup yang Allah Ta’ala pasangkan; bahagia dan bencana, mudah dan sulit, suka dan duka. Kita pun sudah, sedang, dan akan terus merasakan keduanya silih berganti. Kehidupan ini bagaikan roda yang berputar, kadang posisi kita di atas dan kadang di bawah, semua akan mendapatkan gilirannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia ..” (QS. Ali Imran (3): 140)
Demikianlah hidup kita. Namun, tidak sedikit manusia yang tidak terima kenyataan ini. Keinginan mereka adalah semua hari adalah bahagia, semua cuaca adalah cerah, semua tanah adalah subur, semua air adalah jernih. Tidak demikian. Manusia semacam ini akan terombang ambing oleh impian dan dipenjara oleh fatamorgana yang hanya dapat berubah jika mereka mau menerima kenyataan hidup dan siap mengarunginya.

Ada pun bagi seorang beriman, mereka akan menyikapi dua sisi hidup ini secara ikhlas dan penuh ridha. Mereka meyakini, baik atau buruk dari apa yang dialami manusia, pastilah memiliki pelajaran berharga dan rahasia manis yang dapat diketahui cepat atau lambat. Tidak ada yang sia-sia.
Allah Ta’ala menceritakan perkataan orang-orang yang mendalam ilmunya (Ulil Albab):
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا
“Tuhan kami, tidaklah apa yang Engkau ciptakan ini sia-sia.” (QS. Ali Imran (3): 190)
Ya, semua keadaan pasti membawa manfaat untuk kita, sebab Allah Ta’ala tidaklah mengadakannya untuk main-main dan kesia-siaan. Oleh karena itu, sikap terbaik terhaMeraih Manisnya Syukur, Menggapai Indahnya Sabardap bencana adalah bersabar, sikap terbaik terhadap kebahagaiaan adalah bersyukur. Inilah cara yang ditempuh orang beriman, sikap yang diambil para shalihin (orang-orang shalih), dan jawaban yang diberikan para fuqaha (orang-orang yang faham agama).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga telah menggambarkan:
عَجَباً لأمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لأِحَدٍ إِلاَّ للْمُؤْمِن: إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خيْراً لَهُ
“Sungguh mengagumkan melihat urusan orang mukmin, baginya, semua masalah adalah baik. Dan, sikap yang demikian tidaklah terjadi kecuali oleh orang beriman. Jika dia mendapatkan kebahagiaan dia bersyukur dan itu adalah hal yang baik baginya, dan jika dia mendapatkan keburukan dia bersabar, dan itu adalah hal baik baginya.” (HR. Muslim No. 2999, Ibnu Hibban No. 2896)
Syukur Itu Manis
Manusia yang di dadanya dipenuhi rasa syukur adalah manusia kaya sebenarnya. Hatinya lapang dan jiwanya bersih dari angan-angan kosong dan impian yang melemahkan gairah hidup. Tidak ada waktu baginya memikirkan apa-apa yang dimiliki orang lain, tetapi dia sibuk dengan berbagai nikmat yang Allah Ta’ala yang tak terhingga yang dia dapatkan dariNya. Sehingga lahirlah jiwa yang kaya, dan jiwa yang kaya itulah kaya yang hakiki.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ليس الغنى عن كثرة العرض، ولكنَّ الغنى غنى النفس
“Bukanlah kekayaan dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan sebenarnya adalah yang kaya jiwanya.” (HR. Bukhari No. 6081, Muslim No. 1051, At Tirmidzi No. 2373, Ibnu Majah No. 1386, Ibnu Hibban No. 679, Ahmad No. 7316, Abu Ya’la No. 3079, 6583, Ishaq bin Rahawaih dalam Musnadnya No.320)
Jiwa yang kaya itulah raja sebenarnya, seorang raja tidak lagi membutuhkan apa-apa yang ada pada orang lain, begitu pula hamba Allah Ta’ala yang pandai bersyukur, dia merasa cukup dan puas, sehingga mata dan wajahnya tidak pernah menoleh kepada apa yang bukan hak dan miliknya.
Seorang penyair berkata:
اذا كنت ذا قلب قنوع فأنت و مالك الدنيا سواء
“Jika engkau memiliki hati yang puas (qanuu’), maka engkau dan rajanya dunia adalah sama saja!”
Seorang hamba bersyukur bukan hanya di bibir dengan ucapan Alhamdulillah, tetapi dia tampakkan dalam sikap hidup; yaitu menjaga dan memanfaatkan sebaik-baiknya nikmat yang Allah Ta’ala berikan kepadanya dengan cara dan tujuan yang baik pula, tidak iri dan dengki terhadap anugerah yang Allah Ta’ala titipkan kepada orang lain, serta adanya perbaikan dalam kualitas hubungan dengan Allah Ta’ala (ibadah) dan hubungan dengan manusia (sosial).
Percayalah, sikap syukur tidak akan memberikan apa-apa bagi pelakunya kecuali hanya kebaikan dan kebaikan. Dia akan dicintai manusia, sebab kehadirannya bukan ancaman bagi orang lain. Dia akan dicintai Allah Ta’ala, sebab dia tidak kufur atas nikmatNya, bahkan Allah Ta’ala akan menambah nikmat untuk hamba-hambaNya yang bersyukur.
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim (14): 7)
Seorang ulama berkomentar tentang ayat ini:
Ingatkah ketika Tuhanmu bersumpah dengan keagunganNya, kekuasaanNya, dan kemahabesaranNya, jika kalian benar-benar mensyukuri nikmatku atas kalian, maka Aku akan benar-benar tambahkan nikmat itu untuk kalian, dan jika kalian kufur terhadap nikmat itu dengan menutup-nutupinya dan mengingkarinya, maka nikmat itu akan diambilNya kembali dan Dia akan memberikan hukuman. (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 4/479. Dar Ath Thayyibah Lin Nasyr wat Tauzi’)
Beginilah Cara Mereka Bersyukur
‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha menceritakan tentang ibadahnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم كَان يقُومُ مِنَ اللَّيْلِ حتَّى تتَفطَرَ قَدمَاهُ، فَقُلْتُ لَهُ، لِمْ تصنعُ هذا يا رسولَ اللَّهِ، وقدْ غفَرَ اللَّه لَكَ مَا تقدَّمَ مِنْ ذَنبِكَ وما تأخَّرَ؟ قال: “أَفَلاَ أُحِبُّ أَنْ أكُونَ عبْداً شكُوراً؟
Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri pada shalat malam (tahajud) sampai bengkak kedua kakinya, lalu aku berkata kepadanya: “Kenapa kau lakukan ini wahai Rasulullah? Padahal Allah telah mengampunimu baik dosa yang lalu dan yang akan datang?” Beliau menjawab: “Tidakkah aku suka jika aku menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Bukhari No. 1078, Muslim No. 2819, Ibnu Majah No. 1419, At Tirmidzi No. 412, An Nasa’i No. 1644, Ibnu Khuzaimah No. 1182, 1184)
Lihat! Walaupun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah diampuni semua dosa yang lalu dan akan datang, dia tetap beribadah, bahkan lebih kuat lagi. Tidak justru ‘mentang-mentang’ sudah diampuni lalu menghabiskan waktu dengan senang-senang semata.
Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah menceritakan tentang seorang ulama nan shalih, Imam Al Fudhail bin ‘Iyadh. Suatu malam Beliau sedang shalat tahajud, ternyata tanpa sepengetahuannya anaknya yang laki-laki mengikutinya jadi makmum, sampai dia membaca satu ayat yang memilukan hati anak itu, lalu anak itu terjatuh dan wafat.
Keesokan harinya ramai manusia bertakziah ke rumahnya, sebagai rasa ikut berduka. Tetapi, Imam Al Fudhail bin ‘Iyadh justru mengeluarkan perkataan yang mengherankan bagi manusia saat itu. Dia tidak bersedih, tak ad air mata, justru senyumanlah yang ada darinya.
“Jangan kalian kira aku sedang bersedih, justru aku bergembira dengan wafatnya anakku ini, karena dia wafat dalam keadaan husnul khatimah.”
Ya, beliau bukan sedang berduka cita dan bersabar, tetapi sedang bergembira dan bersyukur karena anaknya wafat dalam keadaan yang sangat bagus yakni ketika shalat tahajud. Sungguh jika bukan karena tawakal yang mendalam, sikap seperti Imam Al Fudhail bin ‘Iyadh adalah sikap yang amat sulit dilakukan manusia zaman sekarang.
Sabar Itu Indah
Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah pernah mengatakan bahwa di surga hanya ada dua kelompok manusia; manusia yang bersyukur dan manusia yang bersabar.
Orang-orang sukses, dunia dan akhirat, salah satu kuncinya oleh kesabaran. Lihatlah betapa sabarnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya dalam mendakwahkan Islam di Jazirah Arab. Walau tantangan, ancaman, pengusiran, bahkan percobaan pembunuhan sudah berkali-kali dirasakannya ketika tiga belas tahun dakwah di Mekkah, akhirnya Allah Ta’ala menangkan dakwah Islam karena buah kesabaran Beliau dan para sahabatnya.
Sabar memang berat. Oleh karena itu, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah memasukkan sabar dalam menuntut ilmu, sabar dalam menghafalkan ilmu, dan sabar dalam menyampaikan ilmu adalah termasuk jihad fisabilillah. Maka, dari sini kita bisa mengetahui bahwa sabar bukanlah kelemahan, justru sabar adalah kekuatan, sabar bukan kelesuan tetapi dia adalah gairah hidup, sabar bukan kecengengan tetapi dia adalah ketegaran, sabar bukanlah pesimis tetapi dia adalah optimis, dan sabar bukanlah diam membisu tetapi dia adalah pantang menyerah. Dan, orang sabar bukan sekedar yang tidak menangis ketika mendapatkan musibah, bukan pula sekedar tidak mengeluh ketika tertimpa kesulitan, sebab itu barulah tahapan awal kesabaran.
Allah Ta’ala berfirman:
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
`Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS. Ali Imran (3): 146)
Dibalik Sabar Ada Kemenangan
Ini adalah janji Allah Ta’ala kepada hamba-hambaNya yang bersabar. Dan, janjiNya adalah benar. Namun jangan lupa, sabar juga bukan kekuatan tanpa perhitungan, sabar bukan ketegaran tanpa tujuan, sabar bukan pesimis tanpa arahan, sabar bukanlah gerak pantang menyerah namun tanpa pemikiran yang matang. Tidak demikian. Tetapi sabar adalah berpadunya kekuatan dan perhitungan, ketegaran dan tujuan, optimis dan arahan, gerak pantang menyerah dan pemikiran matang, maka tunggulah kemenangan yang Allah Ta’ala janjikan.
Perhatikan firman Allah Ta’ala berikut:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَفْقَهُونَ (65) الآنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا فَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ (66) }
Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al Anfal (8): 65-66)
Maka, Maha Benar Allah ketika berfirman:
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلا عَلَى الْخَاشِعِينَ
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (QS. Al Baqarah (2): 45)
Ya, orang sabar akan menjadi pemenang, bagaimana mungkin mereka kalah padahal Allah Ta’ala bersama mereka? Innallaha ma’ash shaabiriin (sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar) …..
Beginilah Kesabaran Mereka
Nabi Nuh ‘Alaihissalam menyebarkan dakwah tauhid dalam waktu 950 tahun, walau dia tahu pengikutnya tidak akan banyak, namun dia tetap berjuang tanpa putus asa.
“Dan telah diwahyukan kepada Nuh bahwasanya tidak akan ada yang beriman di antara kaumnya kecuali orang-orang yang telah beriman ( dari sebelumnya ) maka janganlah kamu putus asa karena apa yang mereka lakukan.” ( QS. Huud : 36 )
Dari ayat ini kita bisa tahu bahwa Nabi Nuh ‘Alaihissalam tidak akan banyak pengikut, tetapi dia terus mendakwahkan agama tauhid tanpa putus asa selama 950 tahun.
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, kemudian dia tinggal di antara mereka selama 950 tahun …” ( QS. Al ’Ankabut : 14 )
Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah mengalami penyiksaan yang amat memilukan selama tiga periode kepempimpinan khalifah yang berbeda yakni khalifah Al Makmun, Al Mu’tashim, dan Al Watsiq, demi mempertahankan aqidah yang benar bahwa Al Quran adalah kalamullah (firman Allah), dan Al Quran bukan makhluk Allah sebagaimana keyakinan kelompok menyimpang Mu’tazilah. Namun, akhirnya pada Al Watsiq beliau dibebaskan, bahkan khalifah ini mengakui kebenaran keyakinan Imam Ahmad bin Hambal dan mendukung dakwahnya.
Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani Rahimahullah menyusun kitab Fathul Bari selama 25 tahun. Kitab yang memberikan penjelasan terhadap hadits-hadits yang terdapat kitab Shahih Bukhari. Dan, kita ini dinilai sebagai kitab terbaik dan terlengkap dalam bidangnya, khususnya dalam memberikan penjelasan (syarah) terhadap Shahih Bukhari.
Masih banyak contoh-contoh kesabaran orang-orang besar dan sukses selain mereka.
Lalu, di manakah posisi kita di antara mereka?
Wallahu A’lam

Ikhlas Adalah Energi Niat Terkultivasi

Oleh itu maka sembahlah kamu akan Allah dengan mengikhlaskan ibadat kepada-Nya (dan menjauhi bawaan syirik), sekalipun orang-orang kafir tidak menyukai (amalan yang demikian). ( Ayat 14 : Surah al-Mu’min )
Katakanlah: “Tuhanku menyuruh berlaku adil (pada segala perkara), dan (menyuruh supaya kamu) hadapkan muka (dan hati) kamu (kepada Allah) dengan betul pada tiap-tiap kali mengerjakan sembahyang, dan beribadatlah dengan mengikhlaskan amal agama kepada-Nya semata-mata; (kerana) sebagaimana Ia telah menjadikan kamu pada mulanya, (demikian pula) kamu akan kembali (kepada-Nya)”. ( Ayat 29 : Surah al-A’raaf )
Makna Ikhlas
Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal.
Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.
Kedudukan Ikhlas
Ikhlas adalah buah dan intisari dari iman. Seorang tidak dianggap beragama dengan benar jika tidak ikhlas.
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am: 162).
Surat Al-Bayyinah ayat 5 menyatakan,
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” Rasulullah saw. bersabda, “Ikhlaslah dalam beragama; cukup bagimu amal yang sedikit.”
Tatkala Jibril bertanya tentang ihsan, Rasul saw. berkata, “Engkau beribadah kepada Allah seolah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihatmu.”
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridha-Nya.”
Fudhail bin Iyadh memahami kata ihsan dalam firman Allah surat Al-Mulk ayat 2 yang berbunyi, “Liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya” dengan makna akhlasahu (yang paling ikhlas) dan ashwabahu (yang paling benar). Katanya, “Sesungguhnya jika amal dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar, maka tidak diterima. Dan jika amal itu benar tetapi tidak ikhlas, juga tidak diterima. Sehingga, amal itu harus ikhlas dan benar. Ikhlas jika dilakukan karena Allah Azza wa Jalla dan benar jika dilakukan sesuai sunnah.” Pendapat Fudhail ini disandarkan pada firman Allah swt. di surat Al-Kahfi ayat 110.
Imam Syafi’i pernah memberi nasihat kepada seorang temannya, “Wahai Abu Musa, jika engkau berijtihad dengan sebenar-benar kesungguhan untuk membuat seluruh manusia ridha (suka), maka itu tidak akan terjadi. Jika demikian, maka ikhlaskan amalmu dan niatmu karena Allah Azza wa Jalla.”
IKHLAS adalah Niat Yang telah Dimurnikan (terkultivasi)
Ikhlas adalah parameter tersuci dari kualitas sebuah niat atau motivasi yg melandasi suatu perbuatan. Niat adalah buah dari hasrat & keinginan. Hasrat adalah buah dari gerak nafsu. Ikhlas hanya bisa terjadi jika nafsu kita suci & bersih dari segala kotoran (NAFSUL MUTHMAINNAH).
Niat adalah tumbuh dari gerak dan bisikian hati dan Nafsu, sedangkan Nafsu itu bertingkat derajatnya. Bila seseorang dikuasai oleh kondisi Nafsul Ammarah, maka pola fikir dan gerak hatinya akan selalu mengajak kepada keburukan. Sehingga motivasi yang melandasi Niatnya di dalam setiap perbuatan tidaklah mungkin didasari oleh keihlasan hati. Pasti ada sebuah motif tersembunyi (PAMRIH) dari setiap langkah dan perbuatannya.
Oleh karena itu agar Kondisi Ikhlas ini tumbuh di dalam hati, maka kita harus memurnikan kondisi Nafsu kita. Nafsu yang telah dimurnikan akan naik derajatnya dalam maqom Nafsul Muthmainnah.
Pemurnian diri dan Olah spiritual oleh manusia adalah sekedar langkah untuk menjolok turunnya karunia Hidayah (Nurun 'Ala Nuurin) dari Allah. Yang menerangi langkahnya sehingga memperoleh keselamatan & kebahagiaan dunia akhirat.
Metode Kultivasi (Pemurnian diri Dzahir Bathin)
Karena Ikhlas bersumber dari gerak Nafsu dan hati, maka majelis N-AQS dalam berupaya untuk memperoleh maqom Ikhlas langsung beroperasi dan menata pada sumbernya langsung yaitu membersihkan hati dan mengevolusikan spiritualitas manusia. Sehinnga bisa diperoleh derajat spiritual yang murni dan bersih (Nafsul Muthmainnah).
Pencerahan Ruhaniyyah hanya didapatkan dengan evolusi spiritual, yaitu peningkatan spiritualitas dari maqom kehidupan yang berorientasi jasmaniah menuju kehidupan yang berorientasi Ruhaniyah. Hal ini dimaksudkan untuk perluasan kesadaran menuju kesadaran yang lebih tinggi dari sekedar kesadaran sebagai makhluk fisik.
Sibghatullah (Celupan Allah)
Manusia biasa (Yang belum berlatih metode kultivasi) dalam kondisi biasa tidak akan mungkin dapat memunculkan kondisi ikhlas ini di dalam hatinya. Kecuali dengan adanya hidayah dari Allah yang berupa celupan Ilahi (Sibghatullah).
Firman Allah dalam QS. Al Baqoroh, ayat 138 :
صِبْغَةَ اللّهِ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللّهِ صِبْغَةً وَنَحْنُ لَهُ عَابِدونَ

Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah.
a man ahsanu minallahi sibghah artinya, dan siapakah yang lebih baik celupannya daripada celupan Allah. Namun karena ini bersifat celupan, maka kondisi yang terjadi adalah bersifat sesa'at saja (ahwal), dan tidak bersifat permanen (maqom). Sehingga suatu sa'at seseorang itu karena karunia Allah sehingga timbul kesadaran bathinnya dan bisa berlaku ikhlas di dalam segala perbuatannya. Namun karena Nafsunya belum sepenuhnya dimurnikan, maka di lain sa'at dia akan kembali pada kondisinya yang telah lampau. Inilah yang di sebut Maqom Nafsul Lawwamah, maqom Nafsu yang masih belum tetap kedudukannya.
Oleh Karena itu agar kondisi ini bisa menetap, maka dia harus secara serius berjuang (mujahadah) untuk memurnikan dirinya. Hal inilah yang ditempuh oleh Anggota Majelis N-AQS, yaitu bersama-sama melangkah berjuang untuk memurnikan keruhaniannya. Demi mencapai Ridlo Allah SWT. Ilahi Anta Maqsudi Wa Ridloka Mathlubi.
Di dalam Surat Al Baqarah ayat 208-209, Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Islam Kaffah artinya berislam secara lahir batin di dalam segala aspeknya, yang meliputi Syari'at, Thariqoh, Hakikat, & Makrifat.
Orang yang telah bersyahadad, yang telah menetapkan hatinya bahwa Tiada Tuhan Selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, akan selalu setia untuk mewarnai seluruh kehidupannya dengan warna Islam.
Tidak hanya shalatya, puasanya, namun semuanya. Hidupnya, matinya, seluruh jiwa raganya, seluruh aktifitasnya, hanya untuk keridhaan Allah, dan semuanya dilakukan dengan suasana imani, suasana tauhid, yang citranya akan menimbulkan cinta, persahabatan, kedamaian, dan keindahan.
Sesunguhnya, seorang muslim itu adalah orang yang mempunyai pegangan yang kuat, kokoh. Dia adalah orang yang mempunyai prinsip dan pendirian, yang tidak mudah pudar, yang akan menjaga dan menuntunnya ke arah kebajikan, keselamatan & kebahagiaan Dunia Akhirat.
Maka dikatakan, jika kita berserah diri kepada Allah SWT, lantas kita beraktifitas positif, berbuat kebajikan, maka sesungguhnya kita telah berpegang pada buhul (tali wasilah / Nurun 'Ala Nuurin) yang kuat, bahwa sebenarnya kita sedang dalam jalan yang benar.
“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.” (QS. Luqman: 22)

Energi Quantum Ikhlas
1. Berkahnya Amal, Ikhlas menjadi Faktor kali yang melipatgandakan nilai dari sebuah amal.
Sesungguhnya yang diwajibkan dalam amal perbuatan kita bukanlah banyaknya amal namun tanpa keikhlasan. Amal yang dinilai kecil di mata manusia, apabila kita melakukannya ikhlas karena Allah, maka Allah akan menerima dan melipat gandakan pahala dari amal perbuatan tersebut.
Abdullah bin Mubarak berkata :
“Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil hanya karena niat”.
Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam bersabda :
“Seorang laki-laki melihat dahan pohon di tengah jalan, ia berkata : demi Allah aku akan singkirkan dahan pohon ini agar tidak mengganggu kaum muslimin, Maka ia pun masuk surga karenanya” (HR Muslim).
Lihatlah saudaraku, betapa kecilnya amalan yang dia lakukan, namun hal itu sudah cukup bagi dia untuk masuk surga karenanya.
Dalam hadits lain Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam bersabda :
“Dahulu ada seekor anjing yang berputar-putar mengelilingi sumur, anjing tersebut hampir-hampir mati karena kehausan, kemudian hal tersebut dilihat oleh salah seorang pelacur dari bani israil, ia pun mengisi sepatunya dengan air dari sumur dan memberikan minum kepada anjing tersebut, maka Allah pun mengampuni dosanya ” (HR Bukhari Muslim).
Subhanallah, seorang pelacur diampuni dosanya oleh Allah hanya karena memberi minum seekor anjing, betapa remeh perbuatannya di mata manusia, namun dengan hal itu Allah mengampuni dosa-dosanya. Maka bagaimanakah pula apabila seandainya yang dia tolong adalah seorang muslim ?.
Dan sebaliknya, wahai saudaraku, amal perbuatan yang besar nilainya, seandainya dilakukan tidak ikhlas, maka hal itu tidak akan berfaedah baginya.
Dalam sebuah hadits dari Abu Umamah Al Bahili , dia berkata : seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan bertanya : wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang berperang untuk mendapatkan pahala dan agar dia disebut-sebut oleh orang lain, maka Rasulullah pun menjawab : Dia tidak mendapatkan apa-apa. Orang itu pun mengulangi pertanyaannya tiga kali, Rasulullah pun menjawab : Dia tidak mendapatkan apa-apa. Kemudian beliau berkata : Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan kecuali apabila amalan itu dilakukan ikhlas karenanya” (Hadits Shohih Riwayat Abu Daud dan Nasai). Dalam hadits ini dijelaskan bahwa seseorang yang dia berjihad, suatu amalan yang sangat besar nilainya, namun dia tidak ikhlas dalam amal perbuatannya tersebut, maka dia pun tidak mendapatkan balasan apa-apa.

2. Benteng dan Perisai Diri dari serangan Energi Negatif dari Luar Diri
Seseorang yang telah beramal ikhlas karena Allah (di samping amal tersebut harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah), maka keikhlasannya tersebut akan mampu mencegah setan untuk menguasai dan menyesatkannya. Allah berfirman tentang perkataan Iblis laknatullah alaihi yang artinya :
“Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka” (Shod : 82-83).
Banyak orang yang mencari solusi untuk persoalan perisai diri ini. Bahkan terkadang menghabiskan biaya yang tidak kecil, ribuan hingga ratusan juta rupiah. Padahal seandainya mereka mau mengolah Qalbu mereka agar senantiasa menghadap kepada Allah, serta mensucikan qalbunya dari segala noda. Dengan jalan senantiasa berdzikrullah, maka kejernihan hati dan keikhlasan ini akan tumbuh di dalam hatinya. Sehingga secara otomatis segala energi jahat tak akan ada yang bisa menempel padanya.
Energi Jahat adalah balatentara iblis dan syetan, mereka hanya bisa mengganggu kita bila kondisi batiniah kita juga kotor. Bagaikan lalat yang hinggap di atas kotoran. Namun bila bathin kita bersih, maka kotoranpun akan enggan menempel ke dalam bathin kita. Apalagi bila sering-sering dibersihkan dengan Dzikir.
3. Benteng dan Perisai Diri dari serangan Energi Negatif Yang Tumbuh Dari Kelemahan Diri
Orang yang ikhlas akan Allah jaga dari perbuatan maksiat dan kejelekan, sebagaimana Allah berfirman tentang Nabi Yusuf yang artinya
“Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas. ” ( Yusuf : 24).
Pada ayat ini Allah mengisahkan tentang penjagaan Allah terhadap Nabi Yusuf sehingga beliau terhindar dari perbuatan keji, padahal faktor-faktor yang mendorong beliau untuk melakukan perbuatan tersebut sangatlah kuat. Akan tetapi karena Nabi Yusuf termasuk orang-orang yang ikhlas, maka Allah pun menjaganya dari perbuatan maksiat. Oleh karena itu wahai saudaraku, apabila kita sering dan berulang kali terjatuh dalam perbuatan kemaksiatan, ketahuilah sesungguhnya hal tersebut diakibatkan minim atau bahkan tidak adanya keikhlasan di dalam diri kita, maka instropeksi diri dan perbaikilah niat kita selama ini,.
Semoga Allah menjaga kita dari segala kemaksiatan dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas.
Amin ya Robbal alamin.

Ibumu...Ibumu...Ibumu

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15)
Ayat diatas menjelaskan akan hak ibu terhadap anaknya. Ketahuilah, bahwasanya ukuran terendah mengandung sampai melahirkan adalah 6 bulan (pada umumnya adalah 9 bulan 10 hari), ditambah 2 tahun menyusui anak, jadi 30 bulan. Sehingga tidak bertentangan dengan surat Luqman ayat 14 (Lihat Tafsiir ibni Katsir VII/280)
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengalami tiga macam kepayahan, yang pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan selanjutnya menyusui. Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada ayah. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalammenghadapi masa hamil, kesulitan ketikamelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi X : 239. al-Qadhi Iyadh menyatakan bahwa ibu memiliki keutamaan yang lebih besar dibandingkan ayah)
Begitu pula dengan Imam Adz-Dzahabi rahimahullaah, beliauberkata dalam kitabnya Al-Kabaair,
Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun.
Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya.
Dia telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu.
Dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu dari padadirinya serta makanannya.
Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.
Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu.
Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.
Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik.
Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan.
Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu.
Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar.
Engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan.
Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu.
Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat.
Berat rasanya atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah.
Engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek.
Engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu.
Padahal Allah telah melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut.
Engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu.
Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul ‘aalamin.
(Akan dikatakan kepadanya),
ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ
“Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya”. (QS. Al-Hajj : 10)
(Al-Kabaair hal. 53-54, Maktabatush Shoffa, Dar Albaian)
Demikianlah dijelaskan oleh Imam Adz-Dzahabi tentang besarnya jasa seorang ibu terhadap anak dan menjelaskan bahwa jasa orang tua kepada anak tidak bisa dihitung.
Yah, kita mungkin tidak punya kapasitas untuk menghitung satu demi satu hak-hak yang dimiliki seorang ibu. Islam hanya menekankan kepada kita untuk sedapat mungkin menghormati, memuliakan dan menyucikan kedudukan sang ibu dengan melakukan hal-hal terbaik yang dapat kita lakukan, demi kebahagiannya.
Contoh manusia terbaik yang berbakti kepada Ibunya
Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang yaman itu bersenandung,
إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ – إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.
Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.
Orang itu lalu bertanya kepada Ibn Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.” (Adabul Mufrad no. 11; Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dalam sebuah riwayat diterangkan:
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya seseorang mendatanginya lalu berkata: bahwasanya aku meminang wanita, tapi ia enggan menikah denganku. Dan ia dipinang orang lain lalu ia menerimanya. Maka aku cemburu kepadanya lantas aku membunuhnya. Apakah aku masih bisa bertaubat? Ibnu Abbas berkata: apakah ibumu masih hidup? Ia menjawab: tidak. Ibnu Abbas berkata: bertaubatlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan dekatkanlah dirimu kepadaNya sebisamu. Atho’ bin Yasar berkata: maka aku pergi menanyakan kepada Ibnu Abbas kenapa engkau tanyakan tentang kehidupan ibunya? Maka beliau berkata: ‘Aku tidak mengetahui amalan yang paling mendekatkan diri kepada Allah ta’ala selain berbakti kepada ibu’. (Hadits ini dikeluarkan juga oleh Al Baihaqy di Syu’abul Iman (7313), dan Syaikh Al Albany menshahihkannya, lihat As Shohihah (2799))
Pada hadits di atas dijelaskan bahwasanya berbuat baik kepada ibu adalah ibadah yang sangat agung, bahkan dengan berbakti kepada ibu diharapkan bisa membantu taubat seseorang diterima Allah ta’ala. Seperti dalam riwayat di atas, seseorang yang melakukan dosa sangat besar yaitu membunuh, ketika ia bertanya kepada Ibnu Abbas, apakah ia masih bisa bertaubat, Ibnu Abbas malah balik bertanya apakah ia mempunyai seorang ibu, karena menurut beliau berbakti atau berbuat baik kepada ibu adalah amalan paling dicintai Allah sebagaimana sebagaimana membunuh adalah termasuk dosa yang dibenci Allah.
Berbuat baik kepada ibu adalah amal sholeh yang sangat bermanfa’at untuk menghapuskan dosa-dosa. Ini artinya, berbakti kepada ibu merupakan jalan untuk masuk surga.

Jangan Mendurhakai Ibu
Dalam sebuah hadits Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عن المغيرة بن شعبة قال : قال النبي صلى الله عليه و سلم : إن الله حرم عليكم عقوق الأمهات ووأد البنات ومنع وهات . وكره لكم قيل وقال وكثرة السؤال وإضاعة المال
“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan kalian berbuat durhaka kepada ibu-ibu kalian, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menolak kewajiban dan menuntut sesuatu yang bukan menjadi haknya. Allah juga membenci jika kalian menyerbarkan kabar burung (desas-desus), banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” (Hadits shahih, riwayat Bukhari, no. 1407; Muslim, no. 593, Al-Maktabah Asy-Syamilah)
Ibnu Hajar memberi penjelasan sebagai berikut, “Dalam hadits ini disebutkan ’sikap durhaka’ terhadap ibu, karena perbuatan itu lebih mudah dilakukan terhadap seorang ibu. Sebab,ibu adalah wanita yang lemah. Selain itu, hadits ini juga memberi penekanan, bahwa berbuat baik kepada itu harus lebih didahulukan daripada berbuat baik kepada seorang ayah, baik itu melalui tutur kata yang lembut, atau limpahan cinta kasih yang mendalam.” (Lihat Fathul Baari V : 68)
Sementara, Imam Nawawi menjelaskan, “Di sini, disebutkan kata ‘durhaka’ terhadap ibu, karena kemuliaan ibu yang melebihi kemuliaan seorang ayah.” (Lihat Syarah Muslim XII : 11)

Buatlah Ibu Tertawa
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : جئْتُ أبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ، وَتَرَكْتُ أَبَوَيَّ يَبْكِيَانِ، فَقَالَ : ((اِرْخِعْ عَلَيْهِمَا؛ فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا))
“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.” (Shahih : HR. Abu Dawud (no. 2528), An-Nasa-i (VII/143), Al-Baihaqi (IX/26), dan Al-Hakim (IV/152))

Jangan Membuat Ibu Marah
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ : رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَاالْوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَلَدِ.
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata, “Ridha Allah tergantung ridha orang tua dan murka Allah tergantung murka orang tua.“ (Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai pada sahabat, namun shahih jika sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Kandungan hadits diatas ialah kewajiban mencari keridhaan kedua orang tua sekaligus terkandung larangan melakukan segala sesuatu yang dapat memancing kemurkaan mereka.
Seandainya ada seorang anak yang durhaka kepada ibunya, kemudian ibunya tersebut mendo’akan kejelekan, maka do’a ibu tersebut akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana dalam hadits yang shahih Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ، لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ.
“Ada tiga do’a yang dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak diragukan tentang do’a ini: (1) do’a kedua orang tua terhadap anaknya, (2) do’a musafir-orang yang sedang dalam perjalanan-, (3) do’a orang yang dizhalimin.” (Hasan : HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no. 32, 481/Shahiih Al-Adabil Mufrad (no. 24, 372))
Jika seorang ibu meridhai anaknya, dan do’anya mengiringi setiap langkah anaknya, niscaya rahmat, taufik dan pertolongan Allah akan senantiasa menyertainya. Sebaliknya, jika hati seorang ibu terluka, lalu ia mengadu kepada Allah, mengutuk anaknya. Cepat atau lambat, si anak pasti akan terkena do’a ibunya. Wal iyyadzubillaah..
Saudariku…jangan sampai terucap dari lisan ibumu do’a melainkan kebaikan dan keridhaan untukmu. Karena Allah mendengarkan do’a seorang ibu dan mengabulkannya. Dan dekatkanlah diri kita pada sang ibu, berbaktilah, selagi masih ada waktu…
والله الموفّق إلى أقوم الطريق
وصلى الله وسلم على نبينا وعلى آله وأصحابه ومن اتّبعهم بإحسان الى يوم الدين

Implementasi Positive Thingking

Implementasi pola berpikir positif/positive thinking….
Salah satu implementasi dari Pola Berpikir Positive yang harus kita selalu jaga agar tetap dalam rel/koridor nya, adalah :: “Cara Berbicara Positive…”
Al Quran mengajarkan :” Bicaralah yang baik baik saja, kalau tidak bisa berbicara yang baik, lebih baik diam…”
Disamping ajaran agama Islam tersebut, ada pepatah yang menyatakan: ” Silent is gold/ berdiam diri/tidak banyak bicara yang tak perlu, adalah tindakan bijaksana…”
Juga perlu diingat ungkapan lain: ” Mulutmu adalah Harimaumu…!!!”
Berkaitan denga uraian diatas, maka saya berikan beberapa tips atau sharing sebagai berikut:
1. Belajarlah menjadi pendengar yang baik, memperhatikan dengan fokus dan cermat semua pembicaraan orang lain terkait dengan diri kita, atau topik pembahasan, dengan menggunakan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual yang serasi dan seimbang, agar kita bisa dengan cepat memahami dan menguasai topik masalah yang sedang dibicarakan, didiskusikan, jangan terlalu cepat memberi jawaban dan komentar apapun sebelum ketiga kecerdasan kita betul betul memahami topik dan tema masalah yang dibicarakan secara arif dan bijaksana…
2. Selama kita mendengarkan pembicaraan lawan bicara kita, kita harus selalu menjaga agar kita tidak terseret persepsi yang dipengaruhi oleh interest pribadi kita, berburuk sangka, skeptis, apriori, egoisme pribadi, yang akan membuat kita terbelenggu oleh “Mental Blocking “, yang terbangun dalam pikiran bawah sadar kita….yang berakibat penilaian kita menjadi subyektif dan tidak obyektif…..
3. Selama proses berdialog dengan siapapun, agar selalu memelihara kontak mata dengan lawan bicara atau audience/pendengar yang menjadi lawan bicara kita…jangan menunduk, menoleh kiri kanan apalagi mencuri curi pandangan dengan sudut mata kita…..perhatikan sorot mata lawan dengan tenang , datar tanpa emosi, kalau bisa, kita selalu bereaksi positif atas berbagai pernyataan lawan bicara kita dengan cara tersenyum, menganggukan kepala tanda setuju, atau menggeleng kalau tak setuju, apapun bentuknya, tunjukan bahwa kita sangat memperhatikan pembicaraannya dan selalu merspons dengan pikiran positf/baik sangka…
4. Kalau kita sudah berlatih menjadi pendengar yang baik seperti diatas, maka kita akan mampu juga menjadi pembicara yang baik dan positve….karena kalau kita sudah berperilaku positif kepada lawan bicara kita, maka pasti akan mendapatkan feedback positive pula…orang akan respek dan menghargai semua pembicaraan kita…
4. Selama kita bicara, jaga betul agar kita selalu berusaha menyampaik gagasan kita dengan kalimat positive , misalnya: “Saudara saudara sekalian, berhubung situasi dan kondisi penegahan Hukum dinegara kita sedang belum kondusif untuk meningkatkan kwalitas kesejahteraan rakyat Indonesia, marilah kita masing masing melakukan perbaikan dari diri kita sendiri dulu dengan selalu memegang teguh azas/ideologi Pancasila….”
5. Harus kita hindari ucapan kalimat negative seperti ini: “Saudara saudara sekalian, berhubung situasi kondisi penegakan hukum dinegara kita sedang sangat tidak baik, dikuasai mafia hukum, tidak adil, menyengsarakan rakyat kecil, marilah kita melakukan revolusi sosial dinegara kita….”
6. Cara bicara yang penuh retorika dan bernuansa negative hanya akan menghasilkan buah yang negative pula, akan membuahkan malapetaka yang lebih buruk lagi….liat saja kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara sekarang ini dizaman reformasi selama 12 tahun, ternyata belum menghasilkan buah yang diharapkan penggagas era reformasi 12 tahun yang lalu, karena terlalu banyak retorika dan pernyatan sangat negative dan penghujatan kepada banyak pihak….
7. Hindari melakukan pembicaraan tentang keburukan seseorang, sekelompok golongan, situasi kondisi, hanya sekedar untuk memberikan image bahwa sipembicara seolah lebih baik dari yang dijadikan obyek pembicaraan, misalnya menghujat orang atau kelompok lain….karena begitu kita mengeluarkan ucapan hujatan yang negative, maka energi negative ucapan kita akan terpancar kealam semesta sebagi sebuah gelombang elektro magnetis yang akan segera menarik semua hujatan tersebut mewujud dalam kehidupan sipembicara dalam sebuah peristiwa negative, bisa berupa musibah, penyakit, penderitaan dll….
8. Cara berbicara presiden SBY yang selalu dijaga agar tetap bernuansa santun, tidak penuh retorika dan tidak mau menghujat pihak laian adalah salah satu contoh berbicara positive yang sangat menguntungkan presiden SBY….walau ada yang berpendapat bahwa beliau terlalu jaga image, tidak tegas, penuh keraguan dll lagi, tapi kenyataannya SBY berhasi menjadi presiden selama dua periode, berbeda dengan para pendahulunya yang hanya mampu lebih singkat saja…
9. Pola dan cara bicara atau pidato yang hanya mengandalkan retorika dan penuh tuduhan negative, pernyataan negative, hujatan dan sejenisnya, walau sering dianggap hebat dan menarik pendengarnya dan seakan bisa mendongkrak popularitas sipembicara, sebenarnya justru akan mencelakakan sipembicara sendiri, karena semua hujatan, caci maki, tuduhan negative, buruk sangka sipembicara, akan membuahkan terciptanya enerji negatif yang sangat kuat, dari alam semesta yang akan menghantam kehidupan nyata sipembicara, tanpa dia sadari dan tanpa bisa dihindari, karena inilah “Hukum Alam The Lawa Of Attraction”, yang tak bisa dibantah oleh manusia apapun….Inilah makna pepatah: “Mulutmu adalah harimaumu..”
10 Akhirul kalam, marilah kita selalu berusaha agar:
“Berbicaralah yang baik baik saja, kalau tidak bisa bicara yang baik, lebih baik diam saja, karena justru Diam itu adalah Emas, dan waspadalah, jagalah Mulutmu waktu bicara, karena Mulutmu adalah harimaumu, yang akan menerkam dan membunuhmu kalau kamu berbicara yang jahat, buruk dan negative tentang apa dan siapapun…!!!

Kita Ada Dimana...???

A. Cinta Mawaddah
Cinta yang menggebu-gebu, membara dan menggemaskan. Seseorang yang memiliki cinta ini cenderung untuk ingin selalu berdua/bersama-sama dengan pasangannya dan enggan ntuk berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya
B. Cinta Shobwah
Jenis cinta yang buta, jenis cinta ini mendorong kearah perilaku yang menyimpang tanpa pelakunya mampu mengelak lagi
C. Cinta Syaghaf
Cinta yang sangat mendalam, alami, asli dan memabukkan. Orang-orang yang tergolong dalam cinta jenis ini seperti menjadi orang gila yang lupa diri dan hamper-hampir tidak menyadari apa yang telah dilakukannya untuk mencapai apa yang diinginkannya
D. Cinta Syauq (Rindu)
Syauq (Rindu) adalah pengembaraan hati kepada kekasih (safar al qaib ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pencinta. Dalam surat Al-Ankabut : 5 dikatakan bahwa barang siapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba
E. Cinta Ra’fah
Adalah rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran
Misalnya : ketika seorang orang tua tidak tega membangunkan anaknya untuk mengerjakan shalat dengan alasan merasa kasihan kepada sang anak, padahal sudah masuk waktu shalat. Hal ini sangatlah tidak dibenarkan karena orang tua tersebut membela yang salah
F. Cinta Rahmah
Jenis cinta yang penuh kasih saying, kelemah lembutan, siap berkorban dan siap melindungi apa yang disayang
G. Cinta Kulfah
Perasaan cinta yang disertai dengan kesadaran yang mendidik kepada hal-hal positif atau hal-hal yang mengajak kepada arah kebaikan, meskipun mencapai hal tersebut sangatlah sulit
H. Cinta Mail
Cinta yang untuk sementara sangat membara, swhingga hal tersebut mampu menguras seluruh perhatian sehingga hal-hal yang lainnya cenderung kurang diperhatikan
I.

Barang siapa bersungguh-sungguh pasti ada jalan / terwujud (MAN JADDA WAJADA)

Barang siapa bersungguh-sungguh pasti ada jalan / terwujud (MAN JADDA WAJADA)
Dalam firman Allah Surat Ar rad ayat 11 ditegaskan : ” Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri ”.
Dari Alqur’an dan hadist tersirat bahwa pewujudan keadaan yang membuahkan hasil adalah
kemampuan manusia berpikir untuk meyakinkan dirinya yang terbaik sehingga dapat mewujudkan cita-cita, tentunya sebagai kemurahan Allah SWT. Berarti manusia tidak boleh mudah menyerah dengan tantangan, hambatan dan kesulitan hidup dan harus dijalani dengan rasa optimis.
Memang sifat manusia yang tidak tetap adalah cepat mengharap kebaikan namun cemas bila menghadapi kerugian.
Dalam firman Allah Surat An Anfaal ayat 74 dikatakan bahwa :
“ orang-orang yang beriman, orang-orang berhijrah, orang-orang berjihad pada jalan Allah, orang-orang yang memberikan tempat perlindungan dan pertolongan, mereka itulah orang-orang yang sebenarnya beriman, mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia”.
Beberapa kiat guna membangun keyakinan diri :
1. Hargailah dirimu dengan wajar.
Miliki konsep yang benar mengenai dirimu. Bukan hanya orang lain yang penting, tapi kamu
juga penting. Yakinlah bahwa kamu lahir ke dunia dengan potensi untuk meraih yang terbaik.
2. Ubahlah apa yang bisa kamu ubah, tapi terimalah apa yang tidak bisa diubah.
Rasa percaya dirimu akan terkikis kalau kamu terus memaksa perubahan atas apa yang tidak
bisa diubah.
3. Belajar bertanggung jawab terhadap perilaku.
Jangan mudah menyalahkan orang lain. Bertanggung jawab terhadap apapun yang dilakukan.
Katakan benar bila itu memang benar dan katakan dengan benar meskipun hal itu suatu
kesalahan, maka semua itu akan benar.
4. Bersikap positif terhadap kehidupan.
Ibaratnya hidup ini seperti air yang jernih, dan ia akan berubah warna tergantung warna apa
yang kamu tuangkan kedalamnya. Hidup ini ringan kalau kamu menganggapnya tidak berat.
Persoalan-persoalan kehidupan adalah senda gurau belaka, jangan dianggap sebagai racun
yang merusak dan melumpuhkan. Hidup ini bisa tampak indah sejauh mata tidak terfokus pada
awan yang kelabu.
5. Bacalah potensi diri.
Dengan keterbukaan potensi diri yang baik maka akan tumbuh kepercayaan diri.
6. Berani mengambil risiko.
To hope is to risk pain. To try is to risk failure. But risk must be taken, because the greatest
hazard in life is to risk nothing ( Leo FB). Seperti ungkapan Roosevelt : “The only thing we have
to fear is fear it self”. Jangan jadi penakut !!!
7. Bersikaplah realistis.
Hidup harus dijalani dengan apa adanya sesuai kemampuan diri jangan terlalu ingin melebihi
orang lain dengan cara yang tidak baik. Jalani dengan doa dan usaha maka akan memperoleh
yang terbaik.
8. Jadikan keresahan sebagai kawan.
Banyak peristiwa atau saat-saat dalam hidup yang membuat cemas / gelisah yang dapat
menimbulkan krisis kepercayaan diri. Ingatlah rasa cemas dan gelisah adalah “kawan” yaitu
desakan untuk beradaptasi dan berubah. Gunakan energi, kecerdasan, kewaspadaan daripada
membuangnya hanya untuk kecemasan yang berlebihan. Lebih baik hadapi tantangan secara
tegas dan berkesinambungan.
9. Tingkatkan iman kepada Tuhan Yang Maha kuasa.
Rasa percaya diri yang kokoh harus dibangun di atas fondasi yang kuat yaitu keimanan. Dan
belajar bersyukur dalam segala keadaan. Hati yang penuh dengan ucapan syukur akan
membuat hidup lebih ringan, pikiran lebih jernih dan perasaan lebih nyaman sehingga
mengendalikan perasaan bukan lagi beban yang berat.

Kunci-kunci Ghaib adalah Milik Allah Semata

Kunci-kunci Ghaib adalah Milik Alloh Semata
Ilmu ghaib dan hal-hal yang ghaib adalah dalam pengetahuan Alloh semata, hal itu Alloh jelaskan dalam firman-Nya :
“Dan pada sisi Alloh-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” QS. Al-An’am ; 59
Alloh ‘azza wa jalla juga berfirman :
“Katakanlah : Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Alloh.” QS. An-Naml ; 65
Imam Bukhari meriwayatkan dalam shohihnya (4697), dari Ibnu Umar radhiyallohu ‘anhu, bahwa Rosulullah sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Kunci-kunci ghaib ada lima, tak ada yang mengetahuinya kecuali Alloh; tak ada seorangpun yang tahu apa yang akan terjadi esok hari kecuali Alloh, dan tak ada seorangpun yang tahu apa yang ada dalam rahim kecuali Alloh, tak ada satu jiwa pun yang tahu apa yang didapatnya esok hari, dan tak ada yang tahu di bumi mana akan mati kecuali Alloh, juga tidak ada yang tahu kapan akan datangnya hujan kecuali Alloh, serta tidak ada yang mengetahui kapan hari kiamat datang kecuali Alloh.”

Ya Allah, jika aku jatuh cinta

Ya Allah, jika aku jatuh cinta,
cintakanlah aku pada seseorang yang
melabuhkan cintanya pada-Mu,
agar bertambah kekuatanku untuk mencintaimu
Ya Allah, jika aku jatuh cinta,
jagalah cintaku padanya agar tidak
melebihi cintaku pada-Mu,
Ya Allah, jika aku jatuh hati,
izinkanlah aku menyentuh hati seseorang
yang hatinya tertaut pada-MU,
agar tidak terjatuh aku dalam jurang cinta semu.
Ya Rabbana, jika aku jatuh hati,
jagalah hatiku padanya agar tidak
berpaling dari hati-Mu.
Ya Rabbul Izzati, jika aku rindu,
rindukanlah aku pada seseorang yang
merindui syahid di jalan-Mu.
Ya Allah, jika aku rindu,
jagalah rinduku padanya agar tidak lalai aku
merindukan syurga-Mu.
Ya Allah, jika aku menikmati cinta kekasih-Mu,
janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan indahnya bermunajat
di sepertiga malam terakhirmu.
Ya Allah, jika aku jatuh hati pada kekasih-Mu,
jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan panjang
menyeru manusia kepada-Mu.

Ya Allah, jika kau halalkan aku merindui kekasih-mu,
jangan biarkan aku melampaui batas sehinggah melupakan aku
pada cinta hakiki
dan rindu abadi hanya kepada-Mu.
Ya Allah Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu,
telah berjumpa pada taat pada-Mu,
telah bersatu dalam dakwa-Mu,
telah berpadu dalam membela syariat-Mu.
Kukuhkanlah Ya Allah ikatannya.
kekalkanlah cintanya.
Tunjukilah jalan-jalannya.
Penuhilah hati-hati ini
Dengan Nur-Mu yang tiada pernah pudar.
Lapangkanlah dada-dada
kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan
bertawakal di jalan-Mu

Indahnya Buah Kesabaran

Urgensi Kesabaran

Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran merupakan setengahnya keimanan. Sabar memiliki kaitan yang tidak mungkin dipisahkan dari keimanan: Kaitan antara sabar dengan iman, adalah seperti kepala dengan jasadnya. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaimana juga tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala. Oleh karena itulah Rasulullah SAW menggambarkan tentang ciri dan keutamaan orang yang beriman sebagaimana hadits di atas.

Namun kesabaran adalah bukan semata-mata memiliki pengertian "nrimo", ketidak mampuan dan identik dengan ketertindasan. Sabar sesungguhnya memiliki dimensi yang lebih pada pengalahan hawa nafsu yang terdapat dalam jiwa insan. Dalam berjihad, sabar diimplementasikan dengan melawan hawa nafsu yang menginginkan agar dirinya duduk dengan santai dan tenang di rumah. Justru ketika ia berdiam diri itulah, sesungguhnya ia belum dapat bersabar melawan tantangan dan memenuhi panggilan ilahi.

Sabar juga memiliki dimensi untuk merubah sebuah kondisi, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, menuju perbaikan agar lebih baik dan baik lagi. Bahkan seseorang dikatakan dapat diakatakan tidak sabar, jika ia menerima kondisi buruk, pasrah dan menyerah begitu saja. Sabar dalam ibadah diimplementasikan dalam bentuk melawan dan memaksa diri untuk bangkit dari tempat tidur, kemudian berwudhu lalu berjalan menuju masjid dan malaksanakan shalat secara berjamaah. Sehingga sabar tidak tepat jika hanya diartikan dengan sebuah sifat pasif, namun ia memiliki nilai keseimbangan antara sifat aktif dengan sifat pasif.

Makna Sabar

Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Asal katanya adalah "Shobaro", yang membentuk infinitif (masdar) menjadi "shabran". Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Qur'an:

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS. Al-Kahfi/ 18 : 28)

Perintah untuk bersabar pada ayat di atas, adalah untuk menahan diri dari keingingan ‘keluar’ dari komunitas orang-orang yang menyeru Rab nya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah SWT.

Sedangkan dari segi istilahnya, sabar adalah:
Menahan diri dari sifat kegeundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah.

Amru bin Usman mengatakan, bahwa sabar adalah keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. Hal senada juga dikemukakan oleh Imam al-Khowas, bahwa sabar adalah refleksi keteguhan untuk merealisasikan al-Qur'an dan sunnah. Sehingga sesungguhnya sabar tidak identik dengan kepasrahan dan ketidak mampuan. Justru orang yang seperti ini memiliki indikasi adanya ketidak sabaran untuk merubah kondisi yang ada, ketidak sabaran untuk berusaha, ketidak sabaran untuk berjuang dan lain sebagainya.

Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk sabar ketika berjihad. Padahal jihad adalah memerangi musuh-musuh Allah, yang klimaksnya adalah menggunakan senjata (perang). Artinya untuk berbuat seperti itu perlu kesabaran untuk mengeyampingkan keiinginan jiwanya yang menginginkan rasa santai, bermalas-malasan dan lain sebagainya. Sabar dalam jihad juga berarti keteguhan untuk menghadapi musuh, serta tidak lari dari medan peperangan. Orang yang lari dari medan peperangan karena takut, adalah salah satu indikasi tidak sabar.

Sabar Sebagaimana Digambarkan Dalam Al-Qur'an

Dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri secara keseluruhan, terdapat 103 kali disebut dalam al-Qur'an, kata-kata yang menggunakan kata dasar sabar; baik berbentuk isim maupun fi'ilnya. Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi perhatian Allah SWT, yang Allah tekankan kepada hamba-hamba-Nya. Dari ayat-ayat yang ada, para ulama mengklasifikasikan sabar dalam al-Qur'an menjadi beberapa macam;

1. Sabar merupakan perintah Allah SWT. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam QS.2: 153: "Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."

Ayat-ayat lainnya yang serupa mengenai perintah untuk bersabar sangat banyak terdapat dalam Al-Qur'an. Diantaranya adalah dalam QS.3: 200, 16: 127, 8: 46, 10:109, 11: 115 dsb.

2. Larangan isti'ja l(tergesa-gesa/ tidak sabar), sebagaimana yang Allah firmankan (QS. Al-Ahqaf/ 46: 35): "Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka…"

3. Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar, sebagaimana yang terdapat dalam QS. 2: 177: "…dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa."


4. Allah SWT akan mencintai orang-orang yang sabar. Dalam surat Ali Imran (3: 146) Allah SWT berfirman : "Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar."

5. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar. Artinya Allah SWT senantiasa akan menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar. Allah berfirman (QS. 8: 46) ; "Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar."

6. Mendapatkan pahala surga dari Allah. Allah mengatakan dalam al-Qur'an (13: 23 - 24); "(yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun `alaikum bima shabartum" (keselamatan bagi kalian, atas kesabaran yang kalian lakukan). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu."

Inilah diantara gambaran Al-Qur'an mengenai kesabaran. Gembaran-gambaran lain mengenai hal yang sama, masih sangat banyak, dan dapat kita temukan pada buku-buku yang secara khusus membahas mengenai kesabaran.

Kesabaran Sebagaimana Digambarkan Dalam Hadits.

Sebagaimana dalam al-Qur'an, dalam hadits juga banyak sekali sabda-sabda Rasulullah SAW yang menggambarkan mengenai kesabaran. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar, hadits-hadits tersebut menggambarkan kesabaran sebagai berikut;
1. Kesabaran merupakan "dhiya' " (cahaya yang amat terang). Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah SAW mengungkapkan, "…dan kesabaran merupakan cahaya yang terang…" (HR. Muslim)

2. Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara optimal. Rasulullah SAW pernah menggambarkan: "…barang siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar…" (HR. Bukhari)

3. Kesabaran merupakan anugrah Allah yang paling baik. Rasulullah SAW mengatakan, "…dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran." (Muttafaqun Alaih)

4. Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang mu'min, sebagaimana hadits yang terdapat pada muqadimah; "Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya." (HR. Muslim)

5. Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga. Dalam sebuah hadits digambarkan; Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah berfirman, "Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian diabersabar, maka aku gantikan surga baginya." (HR. Bukhari)

6. Sabar merupakan sifat para nabi. Ibnu Mas'ud dalam sebuah riwayat pernah mengatakan: Dari Abdullan bin Mas'ud berkata"Seakan-akan aku memandang Rasulullah SAW menceritakan salah seorang nabi, yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah, kemudia ia mengusap darah dari wajahnya seraya berkata, 'Ya Allah ampunilah dosa kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui." (HR. Bukhari)

7. Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat. Rasulullah SAW pernah menggambarkan dalam sebuah hadits; Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, namun orang yang kuat adalah orang yang memiliki jiwanya ketika marah." (HR. Bukhari)


8. Kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah SAW menggambarkan dalam sebuah haditsnya; Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullan SAW bersabda, "Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut." (HR. Bukhari & Muslim)

9. Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang tidak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada Allah, agar Allah memberikan hal yang terbaik baginya; apakah kehidupan atau kematian. Rasulullah SAW mengatakan; Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah salah seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, 'Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik unttukku. Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik bagiku." (HR. Bukhari Muslim)

Bentuk-Bentuk Kesabaran

Para ulama membagi kesabaran menjadi tiga hal; sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar untuk meninggalkan kemaksiatan dan sabar menghadapi ujian dari Allah:

1. Sabar dalam ketaatan kepada Allah. Merealisasikan ketaatan kepada Allah, membutuhkan kesabaran, karena secara tabiatnya, jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan. Ditinjau dari penyebabnya, terdapat tiga hal yang menyebabkan insan sulit untuk sabar. Pertama karena malas, seperti dalam melakukan ibadah shalat. Kedua karena bakhil (kikir), seperti menunaikan zakat dan infaq. Ketiga karena keduanya, (malas dan kikir), seperti haji dan jihad.

Kemudian untuk dapat merealisasikan kesabaran dalam ketaatan kepada Allah diperlukan beberapa hal,
(1) Dalam kondisi sebelum melakukan ibadah berupa memperbaiki niat, yaitu kikhlasan. Ikhlas merupakan kesabaran menghadapi duri-duri riya'.
(2) Kondisi ketika melaksanakan ibadah, agar jangan sampai melupakan Allah di tengah melaksanakan ibadah tersebut, tidak malas dalam merealisasikan adab dan sunah-sunahnya.
(3) Kondisi ketika telah selesai melaksanakan ibadah, yaitu untuk tidak membicarakan ibadah yang telah dilakukannya supaya diketahui atau dipuji orang lain.

2. Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti ghibah (baca; ngerumpi), dusta, memandang sesuatu yang haram dsb. Karena kecendrungan jiwa insan, suka pada hal-hal yang buruk dan "menyenangkan". Dan perbuatan maksiat identik dengan hal-hal yang "menyenangkan".

3. Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah, seperti mendapatkan musibah, baik yang bersifat materi ataupun inmateri; misalnya kehilangan harta, kehilangan orang yang dicintai dsb.

Aspek-Aspek Kesabaran sebagaimana yang Digambarkan dalam Hadits

Dalam hadits-hadits Rasulullah SAW, terdapat beberapa hadits yang secara spesifik menggambarkan aspek-aspek ataupun kondisi-kondisi seseroang diharuskan untuk bersabar. Meskipun aspek-aspek tersebut bukan merupakan ‘pembatasan’ pada bidang-bidang kesabaran, melainkan hanya sebagai contoh dan penekanan yang memiliki nilai motivasi untuk lebih bersabar dalam menghadapi berbagai permasalahan lainnya. Diantara kondisi-kondisi yang ditekankan agar kita bersabar adalah :

1. Sabar terhadap musibah.

Sabar terhadap musibah merupakan aspek kesabaran yang paling sering dinasehatkan banyak orang. Karena sabar dalam aspek ini merupakan bentuk sabar yang Dalam sebuah hadits diriwayatkan, :
Dari Anas bin Malik ra, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW melewati seorang wanita yang sedang menangis di dekat sebuah kuburan. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ‘Bertakwalah kepada Allah, dan bersabarlah.’ Wanita tersebut menjawab, ‘Menjauhlah dariku, karena sesungguhnya engkau tidak mengetahui dan tidak bisa merasakan musibah yang menimpaku.’ Kemudian diberitahukan kepada wanita tersebut, bahwa orang yang menegurnya tadi adalah Rasulullah SAW. Lalu ia mendatangi pintu Rasulullah SAW dan ia tidak mendapatkan penjaganya. Kemudian ia berkata kepada Rasulullah SAW, ‘(maaf) aku tadi tidak mengetahui engkau wahai Rasulullah SAW.’ Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya sabar itu terdapat pada hentakan pertama.’ (HR. Bukhari Muslim)

2. Sabar ketika menghadapi musuh (dalam berjihad).
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda : Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Janganlah kalian berangan-angan untuk menghadapi musuh. Namun jika kalian sudah menghadapinya maka bersabarlah (untuk menghadapinya).” HR. Muslim.

3. Sabar berjamaah, terhadap amir yang tidak disukai.
Dalam sebuah riwayat digambarkan; Dari Ibnu Abbas ra beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang melihat pada amir (pemimpinnya) sesuatu yang tidak disukainya, maka hendaklah ia bersabar. Karena siapa yang memisahkan diri dari jamaah satu jengkal, kemudian ia mati. Maka ia mati dalam kondisi kematian jahiliyah. (HR. Muslim)

4. Sabar terhadap jabatan & kedudukan.
Dalam sebuah riwayat digambarkan : Dari Usaid bin Hudhair bahwa seseorang dari kaum Anshar berkata kepada Rasulullah SAW; ‘Wahai Rasulullah, engkau mengangkat (memberi kedudukan) si Fulan, namun tidak mengangkat (memberi kedudukan kepadaku). Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya kalian akan melihat setelahku ‘atsaratan’ (yaitu setiap orang menganggap lebih baik dari yang lainnya), maka bersabarlah kalian hingga kalian menemuiku pada telagaku (kelak). (HR. Turmudzi).

5. Sabar dalam kehidupan sosial dan interaksi dengan masyarakat.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, ‘Seorang muslim apabila ia berinteraksi dengan masyarakat serta bersabar terhadap dampak negatif mereka adalah lebih baik dari pada seorang muslim yang tidak berinteraksi dengan masyarakat serta tidak bersabar atas kenegatifan mereka. (HR. Turmudzi)

6. Sabar dalam kerasnya kehidupan dan himpitan ekonomi
Dalam sebuah riwayat digambarkan; ‘Dari Abdullah bin Umar ra berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Barang siapa yang bersabar atas kesulitan dan himpitan kehidupannya, maka aku akan menjadi saksi atau pemberi syafaat baginya pada hari kiamat. (HR. Turmudzi).


Kiat-kiat Untuk Meningkatkan Kesabaran

Ketidaksabaran (baca; isti'jal) merupakan salah satu penyakit hati, yang seyogyanya diantisipasi dan diterapi sejak dini. Karena hal ini memilki dampak negatif dari amalan yang dilakukan seorang insan. Seperti hasil yang tidak maksimal, terjerumus kedalam kemaksiatan, enggan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah dsb. Oleh karena itulah, diperlukan beberapa kiat, guna meningkatkan kesabaran. Diantara kiat-kiat tersebut adalah;

1. Mengkikhlaskan niat kepada Allah SWT, bahwa ia semata-mata berbuat hanya untuk-Nya. Dengan adanya niatan seperti ini, akan sangat menunjang munculnya kesabaran kepada Allah SWT.

2. Memperbanyak tilawah (baca; membaca) al-Qur'an, baik pada pagi, siang, sore ataupun malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala bacaan tersebut disertai perenungan dan pentadaburan makna-makna yang dikandungnya. Karena al-Qur'an merupakan obat bagi hati insan. Masuk dalam kategori ini juga dzikir kepada Allah.

3. Memperbanyak puasa sunnah. Karena puasa merupakan hal yang dapat mengurangi hawa nafsu terutama yang bersifat syahwati dengan lawan jenisnya. Puasa juga merupakan ibadah yang memang secara khusus dapat melatih kesabaran.

4. Mujahadatun Nafs, yaitu sebuah usaha yang dilakukan insan untuk berusaha secara giat dan maksimal guna mengalahkan keinginan-keinginan jiwa yang cenderung suka pada hal-hal negatif, seperti malas, marah, kikir, dsb.

5. Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena hal ini akan memacu insan untuk beramal secara sempurna. Sedangkan ketidaksabaran (isti'jal), memiliki prosentase yang cukup besar untuk menjadikan amalan seseorang tidak optimal. Apalagi jika merenungkan bahwa sesungguhnya Allah akan melihat "amalan" seseorang yang dilakukannya, dan bukan melihat pada hasilnya. (Lihat QS. 9 : 105)
6. Perlu mengadakan latihan-latihan untuk sabar secara pribadi. Seperti ketika sedang sendiri dalam rumah, hendaklah dilatih untuk beramal ibadah dari pada menyaksikan televisi misalnya. Kemudian melatih diri untuk menyisihkan sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah, dsb.

7. Membaca-baca kisah-kisah kesabaran para sahabat, tabi'in maupun tokoh-tokoh Islam lainnya. Karena hal ini juga akan menanamkan keteladanan yang patut dicontoh dalam kehidupan nyata di dunia.

Penutup

Inilah sekelumit sketsa mengenai kesabaran. Pada intinya, bahwa sabar mereupakan salah satu sifat dan karakter orang mu'min, yang sesungguhnya sifat ini dapat dimiliki oleh setiap insan. Karena pada dasarnya manusia memiliki potensi untuk mengembangkan sikap sabar ini dalam hidupnya.

Sabar tidak identik dengan kepasrahan dan menyerah pada kondisi yang ada, atau identik dengan keterdzoliman. Justru sabar adalah sebuah sikap aktif, untuk merubah kondisi yang ada, sehingga dapat menjadi lebih baik dan baik lagi. Oleh karena itulah, marilah secara bersama kita berusaha untuk menggapai sikap ini. Insya Allah, Allah akan memberikan jalan bagi hamba-hamba-Nya yang berusaha di jalan-Nya.


Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc. M.Ag.